Mengenang KH Mahfudz Ridwan, 'Si Ular' Kesayangan Warga Kedungombo

Hari Santri Nasional

Mengenang KH Mahfudz Ridwan, 'Si Ular' Kesayangan Warga Kedungombo

Eko Susanto - detikNews
Minggu, 22 Okt 2017 17:11 WIB
KH Mahfudz Ridwan (Foto: sumber: nu.or.id)
Semarang - Ketika warga korban pembangunan Waduk Kedungombo ditekan habis-habisan oleh rezim Orde Baru pada dekade 1980-an hingga 1990-an, ada kehadiran khusus dari seorang ulama yang selalu berperan di balik layar. Dia adalah KH Mahfudz Ridwan, yang selalu dikenang sebagai sahabat yang melindungi dan menemani warga yang menderita.

Almarhum KH Mahfudz Ridwan bersama Gus Dur dan Romo YB Mangun Wijaya saat itu selalu hadir memberikan pendampingan dan pembelaan kepada para korban. Kehadirannya selalu memberikan perlindungan dan pengharapan bagi warga yang tertekan oleh rezim.

Karena kedekatan secara piribadi itulah, bahkan selanjutnya warga Kedungombo menganggap KH Mahfudz sebagai saudara. Putra Mbah Mahfudz, Muhammad Hanif, menceritakan masih sering warga Kedungombo datang ke pesantren ayahnya membawa hasil bumi sebagai tanda persaudaraan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hingga sekarang, warga Kedungombo masih menjalin silaturahmi. Bahkan ketika KH Mahfudz Ridwan wafat pada 28 Mei 2017 lalu, beberapa sahabatnya dari Kedungombo juga datang untuk melepas kepergian Mbah Mahfudz untuk selamanya.

KH Mahfudz Ridwan memang dikenal sebagai seorang aktivis yang gigih dalam upaya memberdayakan ekonomi santri dan kalangan bawah pada umumnya. Dia adalah kiai yang mencetuskan konsep ular (ulama rakyat), sebagai upayanya untuk selalu membangun kedekatan dengan rakyat.

Kiai lulusan Universitas Baghdad tersebut memimpin Ponpes Edi Mancoro di Gedangan, Tuntang, Kabupaten Semarang. Pesantren itu dijadikanya sebagai laboratorium terbuka bagi seluruh santri untuk belajar pemberdayaan masyarakat.

"Pesantren Edi Mancoro ini secara fisik bangunan sudah ada sejak 1989, tapi kalau dari sisi ruh kependidikan atau pembelajarannya sejak tahun 1970 sudah dirintis oleh almarhum KH Mahfudz Ridwan melalui majelis di masjid, bahkan termasuk di ruang tamu," kata Gus Hanif saat ditemui detikcom, Jumat (20/10/2017).

Mengenang KH Mahfudz Ridwan, 'Si Ular' Kesayangan Warga KedungomboFoto: Eko Susanto/detikcom

Untuk itu, para santrinya baik mukim maupun tidak mukim, dulunya belajar di masjid maupun ruang tamu rumahnya. Kemudian, muncul ide dibangun sebuah pesantren di atas tanah patungan wakaf dari warga masyarakat maupun almarhum yang dinamai Wisma Santri Edi Mancoro.

"Kenapa namanya Wisma Santri Edi Mancoro, tidak ponpes langsung pada waktu itu. Ini karena memang pesantren ini atau gedung-gedung ini didirikan dalam rangka untuk mempermudah operasional atau kegiatan yang selama ini beliau lakukan yaitu dalam pemberdayaan masyarakat," katanya.

Bukti kedekatannya dengan rakyat jelata juga terlihat dari penamaan pesantrennya. Menurut Gus Hanif, konon nama itu diberikan oleh seorang mantan bromocorah sangat disegani. Bromocorah insyaf itu adalah kenalan akrab KH Mahfudz. Dia berpesan kepada Kiai Mahfudz jika masih punya anak laki-laki agar diberi nama Edi Mancoro.

"Nama Edi Mancoro dari bahasa Jawa, edi yang berarti baik, kemudian mancoro kan cahaya yang bersinar. Bersinar kepada siapa, tentu untuk menyinari masyarakat. Nah inilah cahaya yang menyinari masyarakat, inilah nama Edi Mancoro. Kebetulan saya anak terakhir. Bapak lalu melahirkan lembaga, kemudian dinamakan dengan Pesantren Edi Mancoro," tuturnya. (mbr/mbr)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads