Petani garam mulai gulung plastik yang sebelumnya dijadikan alas untuk mengolah garam. Lahan akan beralih menjadi tambak ikan. Saat memasuki musim hujan saat ini, risiko gagal mengolah tambah garam lebih besar. Bila petani nekat mengolahnya akan berisiko rugi.
Di Kecamatan Kaliori misalnya, sejumlah petani garam nampak mulai menggulung plastik bekas alas garam di tambak masing-masing. Menurut mereka musim garam sudah berakhir dan sudah saatnya tambak garam dialih fungsikan selama musim penghujan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini sudah habis masanya garam. Terpalnya kita ambil, nanti kita garap lagi tambaknya. Diganti untuk tambak ikan bandeng atau udang saat musim penghujan seperti ini," kata Suparman, di Kaliori, Rembang, Kamis (19/10/2017).
Stok garam di gudang Foto: Arif Syaefudin/detikcom |
Sementara itu, salah satu pengusaha garam di Kaliori, Suko (50) mengatakan meskipun musim garam telah berakhir, namun stok garam yang tersedia di gudang selama mengolah masih kurang. Ia khawatir akan kembali terjadi kelangkaan garam karena produksi menurun.
Sebab, selama ini stok yang baru didapat dari petani lebih banyak langsung didistribusikan ke pasar-pasar. Sedangkan stok di gudang tidak pernah bertambah, namun justru kian berkurang.
"Ini stok di gudang belum tercukupi, sedangkan garam yang masuk langsung terjual ke pasar. Alternatif lain ya terpaksa kita usulkan impor," jelasnya.
Adapun harga garam saat ini di Rembang mencapai Rp 2.500 sampai Rp 3 ribu per kilogram. Padahal, harga garam sebelumnya sempat berkisar Rp 300 sampai Rp 500 per kilogram. "Kalau stok kurang, harga bisa naik seperti dulu," katanya. (bgs/bgs)












































Stok garam di gudang Foto: Arif Syaefudin/detikcom