Dia adalah Ronandi Paradea Wahyunanta, bocah 14 tahun yang mengalami kelumpuhan sejak kecil. Hingga memasuki sekolah dasar (SD), Ronan sempat merasakan rasanya berjalan, meskipun kesulitan.
Namun pada usia 9 tahun, kaki kecilnya tak kuat lagi menopang badannya. Menurut keluarga, tulang kakinya mengalami pengapuran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perutnya membesar tidak bisa BAB, lalu dioperasi, dibuatkan saluran anus di perut. Setelah dioperasi ternyata ada benjolan di usus, sama usus buntu, terus dioperasi lagi," kata Suci saat ditemui di RSUD dr Moewardi, Kamis (19/10/2017).
Dalam 2 bulan terakhir, Ronan mengalami diare yang tak kunjung sembuh. Skoliosis yang ia derita juga semakin parah. Sejak 10 hari yang lalu, dia kembali dirawat di rumah sakit.
"Sehari itu diare 13 sampai 14 kali. Pernah sampai 18 kali. Jadi saya harus beli pampers banyak," kata Suci sambil menunjukkan kertas yang berisi catatan waktu diare Ronan.
Detikcom juga mendatangi rumah Ronan. Saat itu hanya ada Kasih Widodo yang merupakan kakek Ronan sekaligus ayah Suci.
Dia menceritakan bahwa kondisi rumah selalu sepi selama Ronan di rumah sakit. Ayah Ronan, Tri Gunadi, harus bekerja pada siang hari. Selain itu Tri harus memantau adik Ronan yang masih kelas 2 SD.
Adik Ronan yang bernama Rafli Bima Ananta ternyata juga mengalami nasib seperti kakaknya. Kakinya lumpuh, meskipun kondisinya masih lebih baik dibanding Ronan.
"Adiknya masih bisa duduk di kursi roda, kalau kakaknya sudah nggak bisa duduk. Adiknya juga lebih gemuk," ujar Mbah Kasih, sapaannya.
Dia menceritakan telah menjual dua rumah untuk membiayai pengobatan Ronan. Namun menurutnya, kondisi Ronan masih belum juga membaik.
"Terapi di RS Ortopedi setahun nggak ada hasil. Terapi di YPAC setahun enggak ada hasil. Waktu itu belum punya BPJS, saya sampai jual rumah. Lima tahun lalu rumah saya, lalu setahun lalu rumah anak saya dijual. Kalau sekarang sudah ditanggung BPJS," tutupnya. (sip/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini