"Jangan diucapkan lah hal itu, hati-hati. Sesuatu yang peka yang bisa menjadi (polemik) jangan diucapkan lagi," kata Syafii kepada wartawan di kampus Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, Selasa (17/10/2017).
Menurut Syafii, setiap pejabat pemerintah harus berhati-hati saat berbicara ke publik, jangan sampai apa yang diucapkan pejabat tersebut menjadi polemik. Karena bisa memunculkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu Direktur Pusat Kajian Demokrasi dan HAM (Pusdema) USD Yogyakarta, Baskara T. Wardaya menambahkan, polemik istilah pribumi dan non pribumi patut disayangkan. Apalagi polemik tersebut pertama kali dilontarkan seorang pejabat publik.
"Tetapi saya kira ada dua catatan. Pertama jangan-jangan itu cerminan dari situasi yang ada, itu adalah letupan gunung es. Kemudian jangan malah kita secara tidak sengaja menviralkan gagasan itu, karena ini (bisa) menjadi kepentingan politik tertentu," ucapnya.
Baskara melanjutkan, dia justru curiga pidato politik berisi istilah pribumi dan non pribumi tersebut tidak hanya ditujukan untuk masyarakat daerah tertentu, tetapi untuk masyarakat di seluruh Indonesia. "Itu mungkin pidato untuk tahun 2019," selorohnya. (bgs/bgs)