Aris juga dinilai hanya mengutip novelnya hanya untuk meraih keuntungan, karena apapun yang dilakukan Aris lewat lelang perawan sangat tidak dibenarkan.
"Aris tidak membaca utuh novel saya. Dia memaknai sepotong-potong," kata Ahmad Tohari kepada wartawan, Selasa (26/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia, Aris salah jika lelang perawan malah dimaksudkan untuk melestarikan budaya asli Indonesia. Padahal dalam novelnya tersebut, Tohari menerangkan jika tradisi seksual yang pernah terjadi pada masa lalu itu malah menjatuhkan martabat perempuan. Selain itu pesan yang disampaikan di akhir novel bahwa wawasan birahi primitif ternyata tak mendatangkan rahmat kehidupan.
"Jelas di akhir novel saya tulis tokoh perempuan Srintil, Ronggeng Dukuh Paruk, justru berada dalam keadaan tanpa martabat kemanusian," ucapnya.
Dia menjelaskan jika terdapat satu kisah bukak klambu dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk. Bukak klambu yang dimaksud adalah tradisi menyayembarakan keperawanan calon rongeng pada siapapun laki-laki yang mampu menyerahkan sejumlah uang yang telah ditentukan oleh dukun ronggeng. Tokoh dalam novel yang telah diangkat jadi film berjudul Sang Penari itu, Srintil saat menjalani bukak klambu dikisahkan terkena rudapaksa.
"Saya melihat Aris seperti bocah baru nakal. Intinya yang saya tegaskan, Aris kurang memaknai secara dalam novel saya," ucapnya.
Dalam anggapan Aris soal keperawanan, lanjut dia sebagai aset warga miskin yang dapat mendongkrak derajat perekonomian juga salah kaprah. Lewat novel tersebut, tradisi seksual yang pernah terjadi pada masa silam tak mengijinkan Srintil sebagai ronggeng hidup selayaknya perempuan pada umumnya. Bahkan menjadi gila secara mental karena mengidamkan sebuah keluarga. (arb/bgs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini