"Apa yang mau ditandingi, kalau kita saja belum tahu apa isinya. Artinya gini lah, enggak usah kemudian kita berjiwa kerdil menghadapi perkembangan kayak begini," kata Farid saat ditemui detikcom selepas menghadiri festival arsip 'kuasa ingatan' di gedung PKKH UGM, Selasa (19/9/2017) malam.
Hilmar menambahkan, setiap penelitian ilmiah muaranya adalah memperkaya khasanah keilmuan dengan temuan-temuan barunya. Sehingga produk sejarah yang dihasilkan justru akan memperbanyak referensi sejarah di masa yang diteliti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Riset Perang Indonesia 1945-1950, Belanda Kucurkan 4,1 Juta Euro
Namun Farid mengaku belum mengetahui secara detail rencana penelitian yang didanai puluhan miliar ini. Sampai sekarang pun dirinya belum membaca langsung proposal penelitian tersebut.
"Saya belum bisa (banyak) mengomentari rencana penelitian itu, karena belum baca (proposal penelitian) juga. Tetapi kerjasama akan kami rintis, karena ini bukan sesuatu yang harus dihindari," lanjut lelaki yang juga menjabat Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tersebut.
Farid juga menegaskan pada masa revolusi memang ada ribuan orang Belanda dan orang pribumi kontra republik dihilangkan, dibunuh oleh orang-orang pro republik. Sehingga apa yang akan diteliti Belanda, menurutnya bukan sesuatu hal yang baru.
"Karena sastra kita bertebaran dengan cerita-cerita seperti itu (pembunuhan ribuan orang Belanda), dari tahun 50-an," pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, tiga lembaga penelitian Belanda akan melanjutkan penelitian penggunaan kekerasan selama perang dekolonialisasi tahun 1945 sampai 1950 di Indonesia. Penelitian ini berdana Rp 64,8 miliar dan dimulai bulan ini dan bakal berlangsung sampai empat tahun ke depan. (mbr/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini