"Sebagian kecil percaya (pulung gantung)," kata Dewan Kebudayaan Gunungkidul, CB Supriyanto saat berbincang dengan detikcom, Senin (11/9/2017).
Supriyanto mengakui fenomena bunuh diri di Gunungkidul lekat dengan mitos pulung gantung. Mitos ini menyebutkan, jika pulung yang berupa bola api berpijar merah dan berekor jatuh dari langit, maka diyakini sekitar tempat jatuhnya pulung akan ada warga yang gantung diri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain pulung gantung, sebagian warga juga meyakini bila ditemukan orang gantung diri dengan posisinya menghadap ke utara, maka akan ada peristiwa bunuh diri susulan. Lokasi bunuh diri susulan berada di utara tempat gantung diri yang pertama.
"Sebagian warga percaya, tapi kalau yang tidak percaya ya cuek saja," ucapnya.
Terlepas dari mitos tersebut, Supriyanto menegaskan fenomena bunuh diri di Gunungkidul mayoritas disebabkan karena stres. Sebab kalangan ekonomi mampu dan orang sehat juga kerap ditemukan bunuh diri.
"Memang itu kan (keinginan) yang bersangkutan untuk bunuh diri, jadi sulit diprediksi. Setelah kejadian (bunuh diri) diketahui, baru dicari tahu awal kejadiannya seperti apa," kata Supriyanto
Plt Kepala Kemenag Gunungkidul, Mukotib menambahkan, pulung gantung yang selama ini dilekatkan dalam fenomena bunuh diri terlalu mengada-ngada. Sebab mitos tersebut menurutnya hanya sebatas ilusi, yang kemudian dipercayai masyarakat.
"Terkait fenomena bunuh diri di Gunungkidul, kalau Kemenag meyakini bukan karena pulung gantung, tapi karena faktor agama," ungkapnya.
Menurutnya, penyebab utama tingginya kasus bunuh diri di Gunungkidul lebih disebabkan karena rendahnya pemahaman agama. Sehingga saat menghadapi masalah, yang bersangkutan lebih memilih mengakhiri hidupnya.
"Padahal agama memberikan (ruang) kepada seluruh komponen masyarakat. Baik itu agama Kristen, Hindu, Islam, (jelas-jelas) menyebutkan umatnya harus tahan uji, harus kuat," tutupnya. (sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini