Kondisi tersebut mampu mempengaruhi perkembangbiakan udang vaname. Periode ternak udang menjadi lebih lama jika dibanding dengan kondisi normal. Dengan demikian, juga akan berimbas pada membengkaknya biaya produksi ternak.
"Kalau cuaca kemarau seperti ini memang kendalanya pada air. Air laut yang digunakan itu pasti mengalami kenaikan kadar garam. Periode panen jadinya molor sehingga biaya pakan, listrik, perawatan lainnya juga bertambah," jelas Budi, salah satu petani udang vaname asal Desa Tireman Kecamatan kota Rembang, Rabu (6/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perkembangan udang itu jadi terhambat. Ya meskipun udang vaname ini terkenal dengan adaptasinya yang cepat, tapi kondisi ini jelas berpengaruh. Ukuran udang jika dipanen pada masa yang normal masih kecil-kecil," imbuhnya.
Biasanya panen udang sendiri dilakukan hingga beberapa tahapan. Tahap pertama yakni untuk mengurangi populasi udang dalam tambak demi pertumbuhan sebagian udang lainnya, dilakukan pada bulan kedua sejak penanaman bibit, dinamakan panen parsial.
Sepuluh hari kemudian, akan disusul panen berikutnya dengan mengambil separuh jumlah udang pada tambak. Dan terakhir dilakukan sepuluh hari setelah panen kedua dengan menguras habis jumlah udang pada tambak.
"Kalau kondisi normal, ukuran udang itu bisa sampai size 30. Artinya satu kilogram hanya ada 30 ekor. Tapi sekarang ini paling mentok pada size 40, itupun sangat sulit dan harus diperhatikan betul proses ternaknya," kata dia.
Petani udang lainnya, Karsani, menyebutkan selain cuaca terik, sejumlah petani juga seringkali dibuat repot dengan wabah stres udang. Udang tiba-tiba mati mendadak lantaran air dari laut yang tercemari limbah.
"Tidak semuanya terkena hama stres ini. Beberapa waktu lalu saya sempat gagal panen karena ini," jelasnya. (mbr/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini