"Ono rembuk dirembuk. Kepada Sri Sultan agar mau membuka diri ada rembuk dirembuk," ujar ujar GBPH Yudhaningrat di Keraton Yogyakarta, Sabtu (2/9/2017)
Dengan dikabulkannya gugatan tersebut, baik laki-laki maupun perempuan bisa menjadi Gubernur DI Yogyakarta dengan tahta Sultan Hamengku Buwono.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun di dalam UUK dari pasal 1 sampai akhir menitahkan, mewajibkan bahwa yang jumeneng (bertahta) adalah Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalogo Ngabdurahman Sayiddin Panotogomo Khalifatullah.
"Jadi tidak akan mungkin dijabat oleh seorang perempuan, karena perempuan tidak bisa jadi Sultan tidak bisa jadi Khalifatullah. Sultan adalah pemimpin umat, agama di wilayah Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat," tuturnya.
Menurutnya, keputusan MK tersebut hubungannya dengan jabatan Gubernur. Dan yang digugat adalah syarat sebagai Gubernur pasal 18 ayat 1 huruf m. Di mana ada penjelasan bahwa orang yang lahir di DIY baik laki-laki atau perempuan tidak bisa menjadi Gubernur seusai UUK apabila tidak bisa menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono yang bergelar Senopati Ing-Ngalogo Ngabdurahman Sayiddin Panotogomo Khalifatullah.
"Putusan MK ini tidak bisa membuka peluang Sultan perempuan. Karena syarat yang digugat adalah syarat menjadi Gubernur DIY. Jadi tidak serta merta untuk jadi Sultan," tegasnya. (sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini