Lebih dari 20 kelompok kesenian ebeg berkumpul untuk pentas dengan tajuk 'Mendem Kemerdekaan' di Lapangan Kedungwuluh, Purwokerto Barat, Banyumas, Kamis (31/8/2017).
"Memperingati HUT RI, kita satukan teman-teman. Selama ini melakukan pentas sendiri-sendiri. Lebih dari 20 komunitas termasuk dari Cilacap ikut berpartisipasi," kata Agus Juwondo, pelaku seni ebeg yang juga salah satu pemrakarsa acara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Ebeg adalah kesenian khas Banyumas dengan properti utama menggunakan ebeg atau kuda kepang. Pertunjukan ebeg menggambarkan kegagahan prajurit berkuda dengan segala atraksi kemahiran menunggang kuda.
Performa pementasannya mirip jathilan, kuda kepang atau kuda lumping di daerah lain. Kesenian lekat dengan istilah mendem. Kata mendem di sini bukan berarti mabuk, namun lebihh dekat diartikan trance atau tak sadarkan diri. Kesenian memang identik dengan pemain yang kesurupan atau tidak sadarkan diri sambil terus menari mengikuti alunan irama musik.
"Kalau orang mendem kan dalam pengertiannya sedikit tidak baik, kondisi masyarakat sekarang kan hampir mirip. Komunitas ini ingin mengingatkan jangan begitu memaknai kemerdekaan ini. Jadi bukan mendem sebenarnya. Kalau ebeg kan memang pakai mendem," ujarnya.
![]() |
Sejauh ini ebeg adalah salah satu ragam kesenian tradisional yang terus terpinggirkan dan semakin tergerus oleh jaman. Namun dari pertemuan ini komunitas ebeg mengaku mendapat semangat baru untuk terus berkarya.
"Hari ini masih terlihat anak-anak muda termasuk perempuan muda masih antusias terlibat. Kalau kita ngomong Pancasila atau gotong royong sebagai sesuatu yang digali dari bumi pertiwi, ya ini wujudnya. Mereka dari kampung-kampung yang jauh dengan biaya sendiri datang untuk merayakan kemerdekaan," Ketua bidang Hubungan Antaralembaga Paguyuban Masyarakat Kudalumping Indonesia, Bambang Barata Aji.
![]() |
Salah satu penari ebeg perempuan, Rista (27), mengaku sudah mulai menari ebeg sejak umur 8 tahun. Berawal dari suka melihat hingga dirinya tertarik untuk menggeluti kesenian Ebeg Banyumasan.
"Saya suka mendem (trance) tariannya. Kalau lagi mendem asyik tapi tidak sadarkan diri. Setelah itu pusing, kadang luka-luka, tapi asyik. Saya akan terus menari ebeg selama dibutuhkan karena sudah menjiwai," ujarnya.
![]() |
Fitri, salah seorang pawang Ebeg, menjelaskan tugasnya sebagai menyembuhkan para penari ebeg yang sedang mendem. Dia menyebut saat ini banyak anak-anak muda yang semakin tertarik terlibat kesenian ebeg Banyumasan. Biasanya berawal dari rasa penasaran hingga mereka akhirnya ikut bergabung.
![]() |
"Agar tidak punah harus diberikan ruang misal dalam even kenegaraan itu dari pusat sampai daerah. Kalau event seperti ini bisa jadi konsisten maka akan lebih baik. Ini menegaskan keyakinan kami bahwa kebudayaan teradisional akan bertahan dari gerusan jaman globalisasi yang luar biasa menggerus sendi tradisi," kata Bambang Barata Aji. (mbr/mbr)