Wanita 46 tahun itu menyulap rumahnya di Kepoh RT 05 RW 06, Tohudan, Kecamatan Colomadu, Karanganyar, menjadi Sekolah Luar Biasa (SLB) Anugerah Rumah Cinta. Sekolah itu dibuka secara gratis untuk penyandang disabilitas dalam bentuk apapun.
Untuk merintisnya, Eko membutuhkan waktu lima tahun, yaitu sejak 2005. Bermodalkan data dari kantor kelurahan, dia awalnya mendatangi ABK secara door to door. Lalu pada 2010, dia memutuskan untuk mendirikan sekolah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Keterbatasan dana tak menyurutkan niat Eko dan 10 pengajar di SLB Anugerah untuk mendidik murid-muridnya. Seluruh kegiatan, mulai dari memasak hingga terapi, mereka lakukan sendiri.
Dia mengaku tidak pernah menghitung besaran biaya operasional sekolah setiap bulan. Para pengajar pun, menurutnya, siap tidak digaji apabila memang tidak ada donasi yang cukup.
"Saya belum pernah sekalipun minta orang tua membayar. Kalau memang ngasih silakan, kalaupun tidak (memberi donasi) tetap saya anggap sebagai anak saya. Tidak akan saya beda-bedakan. Saya yakin Allah mengirimkan bantuan lewat orang-orangnya. Kadang orang tiba-tiba mengirim beras, mi, susu," ujarnya.
Berkat bantuan dari berbagai pihak, Eko dan kawan-kawan bisa membangun lantai dua. Anak-anak yang dahulu tidur di ruang tengah rumah, kini menempati lantai dua sebagai asrama.
Niatan tulus Eko tidak tumbuh secara mendadak. Liku-liku kehidupan yang Eko jalani, memantapkan hatinya untuk bersama ABK.
Saat kecil, Eko tumbuh bersama bibinya di kolong jembatan. Baru seusia SMP dia dikembalikan kepada orang tuanya karena sang sang bibi meninggal.
Saat itu ia berniat terus bersekolah tanpa membebani orang tua. Eko pun sekolah sambil bekerja bekerja di sebuah panti jompo. Di usia SMA dia berganti mengurus anak-anak panti asuhan.
"Selama itu, saya berpikir, kalau panti jompo itu biasanya orang kaya, kalau panti asuhan, mereka pas lulus masih bisa bekerja karena mereka normal. Tapi kalau anak-anak seperti ini bagaimana? Berarti saya lebih dibutuhkan di sini," ujar dia. (mbr/mbr)