Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta memperbolehkan masyarakat berkurban sapi pemakan sampah saat Idul Adha. Namun, ada syarat khusus agar daging sapi tersebut layak dikonsumsi. Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan Surakarta, Weni Ekayanti, mengatakan sapi pemakan sampah harus dikarantina minimal 6 bulan sebelum disembelih.
"Harus dikarantina paling tidak 6 bulan. Kalau untuk kurban sekarang, 6 bulan sebelumnya harus dipersiapkan untuk mengonsumsi hijau-hijauan, konsentrat dan tidak digembalakan di sampah lagi," kata Weni saat meninjau tempat penjualan hewan kurban di Mojosongo, Solo, Selasa (29/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Di Solo, sapi-sapi pemakan sampah biasa digembalakan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo, Mojosongo. Solo. Pemkot mengaku terus memantau peredaran sapi-sapi tersebut agar tidak dijual bebas.
"Harus ada surat (Surat Keterangan Kesehatan Hewan). Masyarakat yang ingin membeli sapi harus menanyakan apakah sudah punya surat atau belum. Masyarakat juga harus bisa membedakan, sapi makan sampah itu fesesnya lebih hitam dan baunya khas," ujar dia.
Terpisah, Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Pranoto, telah meneliti kondisi sapi pemakan sampah di TPA Putri Cempo.
Daging sapi pemakan sampah dia uji cobakan dengan AAS (Atomic Absorbtion Spectophotometry). Hasilnya, kadar timbal pada daging sapi melebihi ambang batas.
"Kalau sapi pemakan sampah baru, kandungannya sampai 1,7 ppm (part per million). Kalau sampah lama bisa mencapai 17 ppm. Padahal dalam peraturan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) hanya 1,0 ppm," ungkap Pranoto.
Dampak bagi masyarakat yang mengonsumsi sapi pemakan sampah, yakni bisa menyebabkan sakit kepala, sakit perut, muntah, sulit konsentrasi dan yang paling parah bisa memicu kanker. (mbr/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini