Pasangan bernama Mulyono (61) dan Jumriyah (55) melakukan berbagai kegiatannya di tenda yang ditopang dengan tonggak kayu keropos hitam legam di bagian tengahnya. Tenda ini berdiri di tengah- tengah permukiman penduduk di RT 004 RW 002 Desa Terlangu, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Sehingga tenda milik Mulyono sangat kontras dibanding sekelilingnya yang sudah berupa rumah permanen yang berkeramik.
Betapa tidak, Desa Terlangu tidak jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Brebes yang berjarak sekitar empat kilometer.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat detikcom memasuki gubuk terpal tersebut, bermacam gerabah atau alat masak tertata di sisi- sisi terpal. Di dalamnya terdapat lemari cukup besar dengan warna yang sudah pudar. Untuk tidur, mereka menggunakan dipan kayu tanpa kasur. Ia menuturkan, tiap kali hujan besar, tendanya itu selalu kebanjiran.
"Gerabah, lemari dan dipan saya bawa dari rumah yang dibongkar itu. Banyak rusak karena sering terkena banjir dan kecipratan air hujan," kata pria yang kesehariannya sebagai pekerja serabutan itu.
Menurut Mulyono, gubuk terpal ini dibangun di atas tanah milik sendiri. Mereka mengaku tidak tidak mampu membangun rumah permanen yang sangat sederhana sekalipun.
"Awalnya kami tinggal di rumah orang tua. Setelah meninggal, rumah itu dibagi sebagai warisan. Kami mendapatkan sebagian," tutur Mulyono.
Sebenarnya, Mulyono berniat membangun kembali rumah di tanah ini, namun saat itu diurungkan karena uangnya dipakai untuk pengobatan istrinya yang sakit. Selama ini, istri Mulyono, Jumriah, bekerja sebagai buruh tani bawang merah di Desa Krasak, Kecamatan Brebes. Ia berangkat pagi buta dan pulang saat petang. Penghasilan yang didapat dari keduanya hanya cukup untuk makan sehari hari.
Mereka mempunyai anak satu, Yudi Teguh Baskoro (32) yang saat ini bekerja berdagang es di Jakarta.
"Anak saya pernah kena tipu, mau bekerja malah kena tipu di pelayaran. Akhirnya tidak digaji," jelas Mulyono. (sip/sip)











































