Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Air Sungai (BPPTPDAS), Nur Sumedi, mengatakan dari total 421 mata air pada 2006, kini masih tersisa 233 mata air atau hampir separuhnya.
Mata air yang hilang terbanyak ada di Wonogiri, yaitu di lereng Gunung Lawu selatan, kemudian Karanganyar yang juga berada di lereng Gunung Lawu, lalu Boyolali di lereng Gunung Merapi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menilai, kondisi tersebut dimungkinkan akibat penanganan distribusi mata air kurang efektif. Selain itu, jenis vegetasi di sekitar mata air juga mempengaruhi kelangsungan hidup mata air.
Dalam acara tersebut, tim riset BPPTPDAS memaparkan ada 15 jenis pohon yang dapat menjaga kelestarian mata air. Metode penanaman pun dilakukan dengan dua cara, yakni di sekitar mata air (spring protection) dan di area imbuhan air tanah (springshed protection).
"Selama ini 80 persen air hujan menjadi air permukaan, yaitu langsung mengalir ke laut. Hanya 20 persennya yang terserap di tanah," ungkap dia.
Anggota tim riset BPPTPDAS, Dody Yuliantoro, mengatakan 15 jenis tanaman tersebut adalah aren, gayam, kedawung, trembesi, beringin, elo, preh, bulu, benda, kepuh, randu, jambu air, jambu alas, bambu dan picung.
Dari 15 jenis tersebut, aren dan bambu merupakan tanaman yang bisa tumbuh subur di berbagai kondisi, baik di dataran tinggi maupun rendah, baik di tanah vulkanik maupun kapur,
"Selain sebagai penjaga mata air, pohon-pohon itu bisa dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi. Misalnya aren untuk kolang-kaling, ijuknya untuk sapu. Kemudian randu yang menghasilkan kapas," ujar Dody.
BPPTPDAS mengajak pemerintah daerah dan masyarakat segera menanam pohon untuk menjaga mata air. Karena diperkirakan butuh waktu sekitar 15 tahun untuk menghidupkan kembali mata air yang sudah terlanjur mati. (mbr/mbr)











































