Menyelami Kampung Laut di Segara Anakan Cilacap

Menyelami Kampung Laut di Segara Anakan Cilacap

Arbi Anugrah - detikNews
Rabu, 16 Agu 2017 10:33 WIB
Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah. Foto: Arbi Anugrah
Cilacap - Perahu compreng yang kami tumpangi perlahan membelah laguna Segara Anakan pagi kemarin. Melewati rimbunnya pohon-pohon bakau, kami menuju ke Kecamatan Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah.

Kampung Laut yang gugusan pulau-pulau kecil di Segara Anakan ini terdiri dari beberapa desa. Di antaranya Desa Ujung Alang, Desa Kleces, Desa Ujung Gagak dan Desa Panikel.

Setidaknya terdapat sekitar 15 ribu jiwa penduduk di empat desa yang ada di Kampung Laut. Kebanyakan mereka bekerja sebagi nelayan, petani dan buruh serabutan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perahu compreng yang kami tumpangi merupakan alat transportasi utama masyarakat di sana.
Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah. Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah. Foto: Arbi Anugrah
Untuk melihat fasilitas kesehatan di sana, Detikcom menyambangai Puskesmas Kampung Laut. Puskesmas ini hanya memiliki 1 dokter umum dan 12 bidan serta 12 perawat. Saat ini, di setiap desa di Kampung Laut sudah ada dua bidan dan satu perawat yang bersiaga.

Untuk melayani masyarakat, Puskesmas Kampung Laut memiliki dua ambulan kapal.

Bicara soal kesehatan ibu hamil di sana, salah seorang perawat di Puskesmas Kampung Laut, Agus Kurniawan menceritakan saat ini sudah tidak boleh lagi ada ibu melahirkan di rumah.
UPT Puskesmas Kampung Laut, Cilacap. UPT Puskesmas Kampung Laut, Cilacap. Foto: Arbi Anugrah

"Kalau persalinan memang harus dibawa ke Puskesamas, kalau gawat darurat ada pertimbangan, apakah harus kesini dulu atau langsung ke Cilacap, pertimbangan yang menangani (bidan) sambil melakukan konsultasi ke dokternya. Biasanya untuk gawat darurat seperti pendarahan atau tensinya tinggi dan tidak memungkinkan ke sini karena memakan waktu lebih banyak biasanya langsung ke Cilacap, rujukan biasanya menyusul," jelasnya.

Jauhnya perjalanan antara Puskesmas Kampung Laut ke rumah sakit di Cilacap, membuat pihak puskesmas harus tertib mendata ibu hamil di wilayah itu. Bagi mereka yang kehamilannya memiliki risiko tinggi akan mendapat perhatian lebih.

Tak hanya jarak yang jauh, kondisi alam yakni pasang surut air laut menjadi tantangan lainnya bagi pasien yang harus dirujuk ke rumah sakit di Cilacap. Hingga kelahiran di kapal saat di tengah perjalanan harus dihadapi para bidan di sana.

Agus menilai seharusnya ada tambahan kapal lagi yang bisa digunakan oleh para bidan. Agar setiap kondisi darurat bisa lebih tertangani dengan cepat.

Dengan segala keterbatasan tersebut, Kecamatan ini meraih zero angka kematian ibu melahirkan pada tahun 2016 lalu.

Hal tersebut diungkapkan Camat Kampung Laut Nurindra setelah rapat koordinasi Gerakan Sayang Ibu dan Bayi (DSIP). Saat itu ada empat Kecamatan di Cilacap yang di evaluasi. Kampung Laut salah satu Kecamatan dengan nol angka kematian ibu melahirkan pada tahun 2016.

"Jadi kita pakai filosofi seperti mengemudikan compreng (perahu), jadi tidak seperti pakai mobil dan motor yang langsung belok ketika ada lubang, tapi ini dari jauh sudah belok dulu. Kuncinya pertama ada di paramedis karena paramedis sudah mendeteksi mana pasien yang punya risiko tinggi. Ini benar-benar ditanamkan kepada yang bersangkutan (pasien) untuk segera mungkin melakukan pemeriksaan terus menerus, atau perlu segera dirujuk," kata Nurindra.

Menurut dia, pemberian pemahaman kepada pasien ini bekerja dengan efektif. Ibu hamil di daerahnya kini berpikir lebih serius soal kesehatan kehamilannya dan dan mempersiapkan kelahirannya dengan lebih matang.

Salah seorang ibu hamil di Kampung Laut, Siti Fatonah (24) mengaku banyak mendengar cerita tentang proses persalinan di kapal. Untuk menghindari hal itu, Siti memilih untuk lebih tertib memeriksakan kandungannya di Puskesmas.

"Saya tidak ingin terlalu memikirkan itu, takut stres mas. Makanya setiap bulan saya selalu periksa kandungan di Puskesmas, ada posyandu juga. Inginnya di sini (Puskesmas) lahirnya kalau bisa," ujar Siti.

Lain soal kesehatan ibu hamil, daerah ini juga berhadapan dengan persoalan kesulitan air bersih.

Tampak sebuah perahu compreng bersandar di sebuah penampungan air bersih. Tiga orang warga sedang mengambil air di sumber mata air di Jongor Asu, Pulau Nusakambangan dengan membawa jerigen-jerigen di atas perahu compreng.


Menyelami Kampung Laut di Segara Anakan CilacapFoto: Arbi Anugrah


Setidaknya warga memiliki tiga sumber air bersih di Kecamatan Kampung Laut selain air hujan yang mereka tampung.

"Kita punya lebih dari sekitar 15 ribu jiwa, tapi untuk sumber air kita betul-betul prihatin. Masyarakat selama ini pakai air hujan, kalau air tanah asin, terus mata air dari Nusakambangan, mereka datang ke sini ngansu (ambil air) pakai perahu-perahu bawa air di Jongor Asu ada di goa Adep-adepan, di dekatnya ada mata air," kata Nurindra.

Mata air di Nusakambangan itu hanya bisa dinikmati warga dari dua desa yakni Dea Ujung Alang dan Desa Kleces.

Sedangkan dua desa lainnya harus mengambil air di sumber mata air ini dengan naik perahu. Warga bisa saja membeli air tersebut dalam kemasan jerigen. Harganya bisa mencapai Rp 150 ribu untuk sampai desa Panikel.

"Pengolahan air asin sudah jalan di empat Desa. Air bersih dengan air minum, itu ada yang diambil juga dari mata air. Biasanya untuk mandi dan cuci itu langsung (digunakan), tapi kalau untuk minum harus diolah dahulu. Pengelolaannya di serahkan oleh BUMDES," tutur Nurindra.
(arb/sip)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads