Di Purbalingga Ada Monumen Tempat Kelahiran Pangsar Soedirman

Di Purbalingga Ada Monumen Tempat Kelahiran Pangsar Soedirman

Arbi Anugrah - detikNews
Minggu, 13 Agu 2017 12:46 WIB
Foto: Arbi Anugrah/detikcom
purbalingga - Panglima Besar (Pangsar) Jenderal Soedirman dilahirkan di Purbalingga, Jawa Tengah, 24 Januari 1916. Di tempat kelahirannya itu berdiri museum yang diresmikan pada tahun 1977.

Museum terletak di Dukuh Rembang, Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang. Rumah kelahirannya itu sekarang dijadikan Museum Jenderal Soedirman di Purbalingga.

Dua buah meriam dan sebuah panser ditempatkan di depan museum, sebagai penanda memasuki lingkungan Monumen Tempat Lahir (MTL) Panglima Besar Jenderal Soedirman. Monumen berdiri di atas tanah seluas 3,5 hektar ini dibangun pada tahun 1976 dan diresmikan pada tahun 1977 oleh Wapangab Jenderal Soerono. Di tempat itu ada duplikat rumah, perpusatakaan umum, museum, dan masjid. Museum terbuka untuk umum dan buka setiap hari.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Monumen ini didirikan untuk mengenang jasa-jasanya serta untuk mengingatkan generasi penerus, jika ditempat tersebut terlahir seorang Jenderal Besar Indonesia.

Rumah berbentuk joglo dengan dinding yang terbuat dari anyaman bambu berdiri ditengah-tengah kompleks menumen, hampir seluruh bagiannya mengalami pemugaran dengan material baru. Meskipun bentuk dan posisi rumah tetap dipertahankan.

"Rumah asli dulunya masih beratap daun alang-alang dan dinding dari anyaman bambu. Baru dikasih ubin tahun 19900-an, ketika Pak Harto datang. Dulunya masih pakai plester semen, di sekitar sini dulunya padat rumah penduduk," kata Togar, penjaga Monumen Tempat Lahir Jenderal Soedirman.

Dia menerangkan rumah terdiri dari empat ruangan, dengan tiga kamar tidur. Salah salah satunya merupakan kamar tempat lahir Jenderal Soedirman. Terdapat satu ayunan yang terbuat dari anyaman bambu yang dulunya digunakan untuk menimang bayi Soedirman. Sementara di kamar lainnya terdapat sebuah tempat tidur yang tertutup kelambu putih beserta sebuah lemari kayu.

Di ruang tengah terdapat meja dan kursi duplikat, terdapat pula sebuah tempat bayi dari kayu dengan diorama mini yang menggambarkan perjalanan hidup Soedirman sejak lahir hingga menjalani perang gerilya.

Menurut dia, Sudirman kecil adalah anak pasangan Karsid Kartowiroji dan Siyem. Dia menempati rumah itu hanya 6 bulan, R. Tjokrosunaryo seorang asisten Wedana Rembang yang pensiun mengangkat Soedirman menjadi anaknya. Setelah pensiun Tjokrosunaryo pulang ke Cilacap.

"Bayi, masih umur 6 bulan di sini, terus ke Cilacap ikut Pakde Tjokrosunaryo. Dulu adalah Camat Rembang," katanya.

Selain rumah kelahiran Soedriman, di lokasi itu juga terdapat perpustakaan, masjid dan aula yang berfungsi sebagai gedung serbaguna. Pada hari biasa tidak banyak pengunjung yang datang ke museum, para pelajar yang tengah mencari tugas tentang sejarah lahirnya Pangsar Soedirman.

Di museum tertulis amanat atau pesan Soedirman. 'Janji sudah kita dengungkan, tekad sudah kita tanamkan, semua ini tidak akan bermanfaat bagi tanah air kita, apabila janji dan tekad ini tidak kita amalkan dengan amalan yang nyata'. (Amanat Pangsar Jenderal Soedirman tanggal 7 Juni 1946).

Di museum juga ada diorama Soedirman sejak lahir hingga perang gerilya.
Diorama ditampilkan suasana kelahiran bayi Soedirman dengan digendong oleh ibunya dan disambut oleh masyarakat.

Diorama lain menampilkan masa remaja Soedirman yang aktif di gerakan kepanduan Hizbul Wathon (HW) pada tahun 1933-1935. Pandu HW adalah sebuah organisasi kepemudaan yang diyakini memiliki andil besar dalam membentuk pribadi Seodirman sebagai pemimpin.

Diorama lain yang menampilkan saat Soedirman masuk pendidikan Daidancho, Tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor. Kemudian menjadi Daidancho di Kroya, Jawa Tengah pada tahun 1944-1945.

Kemudian ada diorama saat Kolonel Soedirman memimpin pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan pertempuran melawan sekutu di Ambarawa tanggal 12-15 Desember 1945.

18 Desember 1945, Kolonel Soedirman dilantik di Yogyakarta menjadi Panglima Besar Angkatan Perang RI dengan pangkat Jenderal oleh Presiden Soekarno.

Masa perjuangan gerilya saat Agresi militer II Belanda 1948-1949, ketika Soedirman tinggal di Yogyakarta. Saat itu Yogyakarta menjadi ibu kota Republik Indonesia. Dalam keadaan sakit TBC, Soedirman memilih memimpin perang gerilya keluar Yogyakarta menuju Jawa Tengah dan Jawa Timur saat pemimpin RI Soekarno-Hatta ditangkap Belanda.

"Saya ke sini mau mengerjakan tugas Bahasa Indonesia dan Sejarah. Yang saya tahu tentang Jenderal Soedirman itu pahlawan Indonesia, perjuangannya dengan perang gerilya itu luar biasa semangatnya. Padahal saat sakit masih berjuang," kata Bayu Tri Soleh (15) siswa kelas 10 SMK Negeri 1 Rembang.

Sementara Danrem 071/Wijayakusuma, Kolonel Inf Suhardi mengatakan jika banyak nilai-nilai dan pesan moral Panglima Besar Jenderal Soedirman yang dapat diteladani bangsa Indonesia untuk mengabdi, mengisi kemerdekaan.

"Makna yang bisa diteladani semangat beliau berjuang sebagai patriot, bekerja tulus ikhlas tanpa pamrih, dan beliau dalam keadaan sakit bersama-sama anak buah berjuang bergerilya mempertahankan kemerdekaan RI," kata Suhardi.



(arb/bgs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads