Tiap hari, ia hanya terbaring di atas ranjang yang memang dirancang khusus oleh kedua orangtuanya. Hingga kini, warga Desa Singocandi RT 5 RW 2 Kecamatan Kudus Kota masih mengharap uluran tangan untuk biaya pengobatan, meski sudah menjalani operasi.
"Usaha sudah dilakukan dan sudah dioperasi. Itu dari biaya sendiri. Dan, saat ini harus kontrol secara berkala di rumah sakit di Semarang," kata Maryati, Kamis (10/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kontrol dilakukan satu bulan sekali, dan tiap kontrol membutuhkan biaya Rp 1 juta. Ini sangat berat bagi kami," keluh dia.
Ia menceritakan, anaknya mengidap kelainan sejak masih dalam kandungan. Waktu itu, katanya, dirinya mengetahui kondisi janinnya mengalami kelainan setelah diperiksa Ultrasonography (USG) di usia delapan bulan kandungan.
Proses kelahiran si bungsu juga harus melalui operasi. Mulai saat itu, pengobatan demi pengobatan dilakukan demi kesembuhan sang anak.
"Hanya sekali mendapatkan bantuan waktu dia (anaknya) lahir, yaitu berupa susu formula 400 gram dua kali dari pemerintah desa," imbuhnya.
Saat ini, katanya, kondisi kepala si anak tak lagi mengalami pembesaran pasca operasi di RS Elizabeth Semarang.
Akibat penyakit yang diidap, sang anak sering mengalami panas, kejang bahkan hingga pingsan.
"Pernah gara-gara panas, sampe kejang parah akhirnya dibawa ke RSUD, waktu itu ada pengantar surat keterangan tidak mampu dari desa, namun tidak berlaku. Akhirnya opname selama 10 hari ya bayar sendiri," tandasnya. (sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini