"PWNU DIY sudah secara resmi menolak. Kami membuat keputusan (menolak kebijakan lima hari sekolah) sejak tanggal 9 Juli lalu," ujar Mukhtar saat dihubungi detikcom, Selasa (8/8/2017).
Saat dihubungi terpisah, Wakil Sekretaris PWNU DIY Muhajir menyebut, wujud penolakan PWNU DIY atas kebijakan tersebut sudah dituangkan dalam bentuk surat resmi. Menurut dia, surat tersebut juga sudah disebarluaskan ke kalangan nahdliyin di DIY.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Muhajir ada beberapa alasan yang melatarbelakangi PWNU DIY menolak kebijakan tersebut. Salah satunya karena kebijakan lima hari sekolah dikhawatirkan dapat mematikan lembaga pendidikan, yang selama ini tumbuh subur dari kearifan lokal masyarakat setempat.
"Kami menolak dengan alasan, pertama akan mematikan sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan yang berasal dari kearifan lokal. Kedua, kebijakan itu bias perkotaan. Kalau digeneralisir atau diterapkan di seluruh wilayah, itu tidak sesuai, karena berbeda antara satu wilayah dengan wilayah yang lain," sebutnya.
Muhajir melanjutkan, dengan terancamnya lembaga pendidikan dari kearifan lokal, dikhawatirkan peran serta masyarakat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa juga terancam. Padahal selama ini lembaga pendidikan dari kearifan lokal masyarakat, menjadi kekuatan tersendiri dalan sistem pendidikan di Indonesia.
"Kekuatan bangsa Indonesia adalah peran serta masyarakat di dalam meningkatkan pendidikan, terutama pendidikan madrasah diniyah," jabarnya.
Oleh sebab itu, dengan tegas dia kembali menyampaikan penolakannya. Pihaknya juga sudah mempersiapkan sejumlah langkah penolakan, seperti dengan menjajaki jalur diplomasi, jalur politik, bahkan jalur hukum.
"Iya jelas, kami akan melakukan upaya-upaya untuk memprotes kebijakan ini. Apapun akan kami lakukan, baik itu bersifat diplomatik, jalur politik, jalur hukum akan kami tempuh," ucapnya.
"Kalau itu memungkinkan (menempuh) jalur hukum, akan kami lakukan," tutupnya. (sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini