"Pak Jokowi sudah turun tangan. Mbok diundanglah organisasi-organisasi besar yang berkaitan dengan pendidikan itu sendiri. Muhammadiyah yang memiliki banyak sekolah, Tamansiswa yang sejarah pendidikan di Indonesia dimulai dari sini, NU, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, diajak omong-omong. Termasuk MUI," ujar Supriyoko saat berbincang dengan detikcom, Selasa (8/8/2017).
Dari pertemuan tersebut, Supriyoko melanjutkan, apapun hasilnya nanti bisa akan lebih disesuaikan dengan banyaknya karakter yang ada di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip Ki Hajar Dewantara, karakter anak bisa dibentuk di manapun dan kapanpun. Semua guru adalah guru budi pekerti. Tidak harus mata pelajaran, Supriyoko mengatakan yang terpenting adalah teladan.
"Yang penting adalah teladannya, gurunya, karyawannya, siswa yang lebih senior. Jadi mau lima hari sekolah bisa, mau enam hari sekolah juga bisa (membentuk karakter)," tuturnya.
"Saran saya (setelah Jokowi berkomunikasi dengan Ormas dan elemen terkait), dilakukan perintisan dulu. Misal di kota besar, di pinggiran, selama satu tahun. Kemudian kalau ternyata cocok, baru dilakukan di sekolah lain," imbuh Supriyoko.
Direktur Pascasarjana Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) ini menilai jika tanpa ada rintisan, dan langsung diterapkan ke seluruh sekolah dan ternyata tidak membawa hasil yang signifikan maka akan merugikan banyak pihak. Sedangkan dengan perubahan ini maka ada banyak hal yang berubah di antaranya kurikulum dan pola konsumsi siswa. (sip/mbr)