Banyak Dikritik, Jokowi Diminta Jalin Komunikasi dengan Ormas

Soal Sekolah 8 Jam 5 Hari

Banyak Dikritik, Jokowi Diminta Jalin Komunikasi dengan Ormas

Sukma Indah Permana - detikNews
Selasa, 08 Agu 2017 13:53 WIB
Ribuan Warga NU Kabupaten Pasuruan Tolak Kebijakan 5 Hari Sekolah. Foto: Muhajir Arifin
Yogyakarta - Kebijakan sekolah 8 jam sehari dalam 5 hari yang diterbitkan Mendikbud Muhadjir Effendy sudah kadung menuai kritik dari sejumlah pihak. Pakar pendidikan dari Tamansiswa Prof Dr H Supriyoko M PD menilai belum terlambat untuk Presiden Joko Widodo mengundang beberapa elemen terkait untuk membicarakan kebijakan ini.

"Pak Jokowi sudah turun tangan. Mbok diundanglah organisasi-organisasi besar yang berkaitan dengan pendidikan itu sendiri. Muhammadiyah yang memiliki banyak sekolah, Tamansiswa yang sejarah pendidikan di Indonesia dimulai dari sini, NU, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, diajak omong-omong. Termasuk MUI," ujar Supriyoko saat berbincang dengan detikcom, Selasa (8/8/2017).

Dari pertemuan tersebut, Supriyoko melanjutkan, apapun hasilnya nanti bisa akan lebih disesuaikan dengan banyaknya karakter yang ada di Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengingatkan bahwa karakter Indonesia sangat beragam. Misalnya di perkotaan yang menurutnya bisa jadi cocok dengan kebijakan ini. Namun belum tentu hal yang sama bisa diterapkan dengan baik di pedesaan.

Mengutip Ki Hajar Dewantara, karakter anak bisa dibentuk di manapun dan kapanpun. Semua guru adalah guru budi pekerti. Tidak harus mata pelajaran, Supriyoko mengatakan yang terpenting adalah teladan.

"Yang penting adalah teladannya, gurunya, karyawannya, siswa yang lebih senior. Jadi mau lima hari sekolah bisa, mau enam hari sekolah juga bisa (membentuk karakter)," tuturnya.

"Saran saya (setelah Jokowi berkomunikasi dengan Ormas dan elemen terkait), dilakukan perintisan dulu. Misal di kota besar, di pinggiran, selama satu tahun. Kemudian kalau ternyata cocok, baru dilakukan di sekolah lain," imbuh Supriyoko.

Direktur Pascasarjana Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) ini menilai jika tanpa ada rintisan, dan langsung diterapkan ke seluruh sekolah dan ternyata tidak membawa hasil yang signifikan maka akan merugikan banyak pihak. Sedangkan dengan perubahan ini maka ada banyak hal yang berubah di antaranya kurikulum dan pola konsumsi siswa. (sip/mbr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads