"Makanya bisa dilokalisasikan ke suatu daerah," ujar Ganjar di sela upacara pembukaan Pelatihan Pembelajar Sukses bagi Mahasiswa Baru (PPSMB), di Lapangan Grha Sabha Pramana UGM, Sleman, Senin (7/8/2017).
"Terus dikasih makan ke mereka. Karena kemungkinan (kemunculan kawanan monyet di pemukian warga) juga karena cadangan makanan di sana juga berkurang," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu langsung dari dinasnya sudah bekerja. Nanti (kawanan monyet) kami lokalisir untuk kita kembalikan," kata Ganjar.
Ganjar menilai sudah ada beberapa fenomena penyerangan monyet sebelumnya yang juga karena monyet-monyet tersebut kelaparan.
"Di banyak tempat itu terjadi (kekurangan makanan terus ke kediaman warga)," imbuhnya.
Sebanyak 14 warga terluka akibat amukan monyet di Karanggede, Boyolali, Jawa Tengah. Sehingga pemburuan terhadap kera itupun dilakukan karena dianggap menganggu dan sangat meresahkan warga sekitar.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sedang mempertimbangkan opsi kebiri hingga menembak mati para kera untuk menekan jumlah populasi.
Namun opsi ini dinilai seharusnya dilakukan sebagai opsi terakhir. Direktur Konservasi World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia Arnold Sitompul saat berbincang dengan detikcom, Minggu (7/8) menyatakan ada beberapa hal yang harus dilakukan terlebih dahulu. Hal pertama yaitu memastikan kondisi habitat dari monyet tersebut.
Alih fungsi lahan bisa menjadi penyebab munculnya konflik ini. Selain itu, monyet juga memiliki kemampuan beradaptasi termasuk makan makanan manusia.
Selain mudah beradaptasi, monyet juga diketahui dapat berkembang biak dengan cepat. Namun, Arnold mengatakan insting monyet ialah hanya membutuhkan ruang untuk makan dan hidup.
Dia menduga, kondisi di hutan tidak ada kecukupan buah dan daun muda yang dapat jadi konsumsi sehingga membuat monyet datang ke kebun. Arnold mengatakan, warga harus diberikan edukasi untuk penanganan kasus seperti ini. (sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini