Rambutnya menjadi gimbal sudah sejak setahun lalu. Dia mengaku sering merasa gatal dan kadang merasa malu dengan teman sekolahnya di SDN 1 Sokayasa Kecamatan Banjarnegara, Kabupaten Banjarnegara.
"Kadang rasanya gatal di kepala. Jadi ingin segera dipotong," ungkap siswi kelas 2 SD di rumahnya, Kamis (3/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Padahal banyak yang meminta untuk meminta laptop dan barang-barang lain. Tetapi tidak mau, selalu sama setiap ditanya soal permintaan ini," tutur ayah Khafifah, Supri Susanto (53).
Menurut Susanto, sebelum rambutnya tumbuh gimbal, Khafifah mengalami panas tinggi. Hal itu terjadi satu tahun lalu. Saat itu, Khafifah sempat dibawa ke puskesmas dan rumah sakit untuk berobat. Namun, akhirnya keluarga bosan karena tidak kunjung sembuh.
"Mulai tumbuh saat bulan Sura atau Muharam tahun lalu," katanya.
Setelah rambut gimbalnya tumbuh, keluarga selalu mengkeramasi dengan berbagai jenis shampo, tetapi tetap saja gimbal di belakang. "Tetap saja gimbal seperti konde," terangnya.
Susanto juga membenarkan jika awalnya Khafifah merasa malu kepada teman-teman sekolahnya. Bahkan, saat itu, dia sering menggunakan kerudung.
"Tetapi, seiring berjalannya waktu, teman-temannya sudah memahami dan tidak mengomentari macam-macam," ujarnya.
Beruntung, ia mendapat kabar jika di dataran tinggi Dieng ada ruwatan potong rambut gimbal. Pada saat libur lebaran 2017 lalu, ia bertemu dengan panitia penyelenggara DCF agar anak keempatnya tersebut bisa menjadi peserta.
"Karena saya mau memotong rambut Khafifah sendiri tidak berani. Sebelumnya ada yang memperingatkan agar tidak sembarangan memotong anak yang berambut gimbal," pungkasnya. (bgs/bgs)











































