Barnawi (67), seorang nelayan Kelurahan Demaan, Kecamatan Jepara Kota menyayangkan penggunaan dua alat tersebut. Selain merusak ekosistem laut, cantrang dan pukat harimau dapat merusak jaring nelayan lain.
"Kalau jaring standar itu sistemnya kan ditanam. Nah, kalau pukat harimau itu kam ditarik di sepanjang rute. Saat ditarik itu dapat menyangkut jaring nelayan lain dan jelas membuat rusak," katanya, Kamis (3/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Iya, karena cantrang dan pukat harimau itu merusak, jadi kadang sampai membuat konflik nelayan," paparnya.
Penggunaan cantrang dan pukat harimau, sebut Barnawi sudah semakin bertambah. Hal itu dinilai lantaran tidak ada ketegasan dari pemerintah pusat maupun daerah terkait pelarangan penggunaan dua alat tersebut.
"Kami minta ada perhatian dari pemerintah. Jangan sampai larangan cantrang dan pukat harimau justru jadi konflik, karena ada yang setuju dan ada yang tidak (setuju)," ucap dia.
Mardi (46), nelayan lain di Kelurahan Demaan menambahkan bahwa penggunaan cantrang dan pukat harimau dapat merugikan nelayan yang memakai jaring standar.
"Selain merusak ekosistem laut, alat nelayan lain, akhirnya penangkapan ikan yang pakai jaring standar juga sedikit," keluhnya.
Diakuinya, cantrang dan pukat harimau memang bisa lebih menguntungkan.
"Dapat tangkapannya dua kali lebih banyak dari alat standar. Beberapa waktu ini sudah mulai banyak lagi, padahal Jepara dulu sudah bersih dari cantrang dan pukat harimau," tandasnya. (sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini