Saroni (48), petani garam Desa Panggung Kecamatan Kedung menuturkan, kebijakan pemerintah untuk mengimpor garam jangan sampai melemahkan petani garam lokal. Sebab, dikhawatirkan jumlah garam impor yang berlebihan justru membuat harga garam lokal anjlok.
"Impor boleh-boleh saja jika memang kekurangan namun jangan terlalu banyak. Kalau terlalu banyak nanti bisa menurunkan harga garam lokal," ujarnya, Rabu (2/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemarin naik Rp 3.500 per kilogram, dan saat ini naik lagi menjadi Rp 3.750 per kilogram. Kalau jual pertombong atau berat 80 kilogram Rp 300.000," papar dia.
Menurutnya harga garam grosok saat ini adalah tertinggi selama dia menjadi petani garam. "Dulu pernah naik cukup tinggi, tapi tidak sampai Rp 100.000 per tombong nya," katanya.
Sementara itu petani lain, Khamsani (45) mengaku produksi garam grosok masih terkendala cuaca. Dengan begitu, belum dapat panen dengan maksimal. Bahkan hingga kini dirinya belum memiliki stok garam.
"Sudah dipesan pengepul. Ini saja saya sudah dibayar duluan, baru saya panen. Sehingga saya memang belum bisa memiliki simpanan garam di gudang," terangnya.
Khamsani mengatakan dirinya sudah memanen sekitar 13 tombong garam dari lahan miliknya. Sementara itu Saroni telah memanen 35 tombong dari lahannya seluas lebih kurang dua hektar.
Adapun, peruntukan garam produksi warga Kedung itu lebih banyak dipergunakan untuk bidang industri. Seperti pengawetan ikan, dan makanan atau industri rumah tangga. Namun juga bisa dikonsumsi untuk keperluan harian. (bgs/bgs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini