"Sudah hampir 2 bulan ini Telaga Banteng mulai mengering," ujar Sukini (56), salah satu warga setempat yang siang itu sedang mengambil air di lubang-lubang kecil telaga, Minggu (16/7/2017).
Tak hanya mengering, bahkan di permukaan telaga itu tanahnya sudah muncul retakan-retakan. Sehingga memaksa warga menggali lubang di telaga, untuk mencari sisa-sisa air.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sukini bercerita harus mencari air dengan menggali lubang di telaga karena stok air di wadah penampung air hujan di rumahnya habis. Sementara di Dusun Ngricik tidak ada sumur. Sebab wilayah ini berada di area perbukitan karst.
"Kalau beli air tangki dari swasta kan biayanya mahal," tuturnya.
Untuk membeli air tangki, kata Sukini, paling tidak warga harus merogoh kocek Rp 120 ribu. Itupun airnya hanya cukup untuk 1 sampai 2 minggu saja. Untuk menyiasatinya, akhirnya sejumlah warga berusaha mencari sisa-sisa air di telaga.
"Air yang diambil dari lubang-lubang di telaga, saya gunakan buat minum ternak sama buat nyuci baju," ucap Sukini.
Seorang warga lainnya, Watinah (63) menambahkan, air dari lubang di telaga sebenarnya lebih bagus ketimbang air dari tangki swasta. Sebab air dari lubang telaga tidak mengandung kapur.
"Air dari telaga sini kandungan kapurnya tidak sebanyak dibanding air tangki swasta," ungkapnya.
Hanya saja air yang berasal dari lubang di telaga keruh bercampur tanah. Oleh sebab itu, setelah mengambil air di lubang telaga, jerigen dan ember yang berisi air mereka diamkan terlebih dahulu di sekitar telaga. Baru sore harinya mereka ambil, saat airnya mulai jernih.
"Kalau ngambil air pagi, jerigen dan ember kami tinggal, agar air yang keruh mengendap. Nah pas sore baru kami ambil, kan airnya mulai jernih," pungkasnya. (sip/sip)