Warung yang terletak di jalan raya yang menghubungkan pusat kota dengan Jalan Wates ini adalah peninggalan dari orang tua, pasangan Bambang Siswanto dan Tri Waryanti. Mereka ini yang kemudian meneruskan usaha tersebut.
Tidak ada menu makanan yang dijual. Namun berupa bunga tabur seperti bunga mawar merah dan putih, bunga melati, bunga kantil, selesaih atau untuk keperluan kematian. Kemudian ada bunga macan kerah, minyak wangi, kemenyan hingga dupa atau hio. Semua untuk keperluan ziarah kubur atau kegiatan ritual.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Warung tersebut sekarang dikelola pasangan suami istri Tri Waryanti (47) dan Bambang Siswanto (50) merupakan usaha peninggalan orangtuanya. Dulu saat kedua orangtua menmgelola warung bunga ini tidak ada namanya. Baru setelah dilanjutkan oleh Tri Waryanti dan Bambang ini kemudian di beri nama 'Warung Makanan Roh Halus'.
Pemilik warung, Tri Waryanti mengatakan setiap hari pasti ada yang membeli karena untuk keperluan orang meninggal dunia. Ada pula untuk keperluan ziarah, kegiatan budaya dan lainnya. Untuk Keraton Yogyakarta memang sudah lama menjadi langganan sejak masih dikelola oleh orang tuanya. Pembeli juga bisa minta untuk diantar sehingga tidak perlu datang ke warung.
"Kalau pas nyadran sama lebaran banyak yang beli, harganya juga naik karena pasokan bunga dari petani juga terbatas," katanya.
Dia mengaku saat bulan-bulan Ruwah/Syaban sampai kewalahan melayani. Omzetnya kalau hari biasa Rp 300.000, kalau bulan Ruwah sekitar Rp 500.00. "Kalau pas lebaran bisa Rp 5 juta-Rp 6 juta," kata Tri.
Suami Tri Waryanti, Bambang Siswanto mengatakan ide memberi nama warung makanan roh halus sebenanrya bertujuan agar mudah diingat dengan membuat nama nyeleneh. Hal ini juga untuk mempertahankan pelanggan sejak orang tuanya dulu. Ia mengaku pelangganya tetap setia bahkan bertambah dengan nama tersebut.
"Artis banyak yang kesini. Kalau politisi pas mau pilkada, atau pileg itu kalau beli banyak bisa sampai jutaan," kata Bambang.
Ia menceritakan jika musim pilkada yang membeli dari luar DIY cukup banyak terutama dari Jawa Tengah, Kalimantan, Papua, Sumatera dan lain-lain. Selain menggunakan nama yang unik, untuk mempertahankan pelanggan, dia mengaku harus ramah melayani pembeli. Kemudian juga tidak mengambil untung terlalu besar sehingga bisa terus bertahan meski di sekitar juga banyak warung bunga. (bgs/bgs)











































