Menurut pengelola Masjid Langgar Agung, KH Ahmad Nur Shodiq, Alquran tersebut dibuat sekitar tahun 1825 hingga 1830an. Keistimewaan dari kitab suci ini di antaranya ditulis menggunakan lidi aren, tinta yang dipergunakan tahan ratusan tahun dan tidak pudar, sampul yang digunakan berbahan kulit asli, pada beberapa surat tergambar corak batik.
"Menurut tokoh agama dari Semarang yang sempat kesini, motif di dalam Alquran itu adalah motif batik Yogyakarta. Sehingga diyakini bahwa Alquran ini ditulis oleh Pangeran Diponegoro," kata Ahmad saat ditemui detikcom di Masjid Langgar Agung, Kabupaten Magelang, Sabtu (10/6/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Alquran setebal 400 halaman ini sempat beberapa kali hendak diminta oleh pihak museum dari Jakarta dan Semarang. Namun Ahmad mengaku menolak dan memilih menyimpan di dalam sebuah lemari di kompleks pondok pesantren Nurul Falah.
Baru-baru ini, beberapa perwakilan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kallijaga Yogyakarta juga mendatangi Ahmad dan berniat mempelajari Alquran itu sekaligus akan membuat duplikatnya.
"Mereka meneliti per lembar dari pagi sampai sore. Sudah hampir setengah tahun ini baru dapat sepertiga, belum selesai semua," tutur Ahmad.
Dikatakannya, perawatan Alquran peninggalan Pangeran Diponegoro cukup mudah. Di antaranya dengan rutin dibersihkan serta kerap dibuka atau dilihat untuk mengaji.
"Hanya saja, membukanya harus pelan-pelan dan sangat hati-hati karena kertasnya sudah lapuk, rentan sobek. Ditarik keras sedikit sudah sobek," terangnya.
(sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini