Akibat adanya gula merah palsu tersebut, para petani gula merah tradisional yang berbahan dari buah kelapa dikhawatir akan mempengaruhi penjualan. Padahal, di Kecamatan Cilongok merupakan penghasil gula kelapa terbesar di Banyumas.
"Jelas sangat merugikan bagi kita petani gula kelapa organik, karena nantinya masyarakat luas akan berpadangan jika gula merah (asal Cilongok) sudah tidak baik," kata pegiat dan pendamping petani gula kelapa organik yang juga Ketua Koperasi Nira Satria, Nartam Andrea Nusa kepada detikcom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini karena ada tengkulak besar yang memanfaatkan kondisi pasar dan hanya menguntungkan mereka, tapi mereka tidak memperhatikan kesehatan konsumen. Akhirnya yang terkena imbas adalah para petani dan pengelola koperasi gula kelapa," ujarnya.
Dia mengungkapkan, para pembuat gula kelapa palsu tersebut sebetulnya hanya sedikit dibanding petani gula kelapa organik yang ada di Kabupaten Banyumas, khususnya di Kecamatan Cilongok. Sekitar 5 persen para pelaku yang membuat gula merah palsu.
"Kebanyakan para pembuat gula palsu yang ada di Cilongok bagian selatan. Ada sekitar 5 pembuat dan rata-rata mereka juga pengepul gula cetak yang dicampurkan dengan limbah kecap," ungkapnya.
Rata-rata pasar gula merah palsu dari limbah kecap itu dikirim ke Tegal, Jakarta, Yogyakarta hingga Surabaya. Biasanya untuk gula merah palsu harganya lebih murah sekitar Rp. 2.000 dibanding gula merah asli yang dipasaran berkisar 13.000-14.000 per kilogram. "Meski adapula gula merah palsu yang kembali dibeli untuk pembuatan kecap," katanya.
Selain lebih murah, Nartam meminta masyarakat agar dapat membandingkan gula merah palsu dengan gula merah organik asli agar tidak salah dalam memilih produk.
"Kalau yang palsu kebanyakan berbentuk gula koin, dengan tinggi 3 cm, dan diameter lingkaran 3-4 cm. Itu warnanya gelap, cepat mencair, rasanya juga kayak dodol dan tidak ada aroma kelapa. Tapi ada juga yang warnanya cerah kelabu, biasanya akibat banyaknya campuran gula bubuk," jelasnya.
Untuk gula asli kata dia, biasanya berwarna merah tua, keras dan bentuknya tidak beraturan. Karena dibuat langsung dari petani yang cetakannya tidak sama bentuknya. "Rasa manis serta ada aroma khas gula kelapa," ujarnya.
Adanya terbongkarnya kasus gula merah palsu, dia berharap kepada penegak hukum agar terus menyelidiki siapa saja para pembuat yang menjual gula palsu dari limbah kecap. Sebab jika tidak diselidiki akan semakin membuat para petani gula merah organik semakin kesulitan memasarkan produk gula merah asli.
"Pihak yang berwajib harus mengungkap, jika tidak, petani yang rugi. Harus ada sanksi yang tegas supaya mereka jera dan tidak akan mengulangi perbuatan tersebut," pungkas dia. (arb/bgs)