Warga Protes Pengkaplingan Sultan Ground oleh Trah Sultan HB VII

Warga Protes Pengkaplingan Sultan Ground oleh Trah Sultan HB VII

Sukma Indah Permana - detikNews
Senin, 08 Mei 2017 15:30 WIB
Foto: Sukma Indah Permana/detikcom
Yogyakarta - Sekitar 100 warga Dusun Tanjungtirto di Kabupaten Sleman menggeruduk kantor Desa Kalitirto, Kecamatan Berbah. Mereka memprotes pengkaplingan dan dugaan penjualan tanah Sultan Ground (SG) di dusun mereka.

Mereka datang di Balai Desa Kalitirto, Senin (8/5/2017) dengan membawa sejumlah lembaran kardus ditulisi berbagai tulisan. Di antaranya 'Ojo Maling Lemah Kraton', 'Tanah Kraton Tidak Dijual', dan 'Jogja Ora Didol'.

Salah seorang perwakilan warga Dusun Tanjungtirto, Kuncoro menceritakan Sultan Ground di wilayah tersebut telah digunakan sejumlah warga setempat untuk kegiatan ekonomi, di antaranya warung dan bengkel.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami juga gunakan kalau ada kegiatan warga, ada acara kita adakan di sana," ujar Kuncoro kepada wartawan.

Hingga kemudian datang sekelompok orang yang mengaku sebagai ahli waris Sri Sultan Hamengku Buwono VII pada akhir tahun 2016 lalu. Mereka datang untuk mengukur tanah dan mengapling tanah seluas 6.700 meter persegi itu menjadi puluhan kapling.

Kuncoro juga menjelaskan, warga mendengar adanya beberapa aparat desa yang mendapat bagian dari tanah tersebut. Terdapat satu bangunan yang sudah mulai dibangun di salah satu kaplingnya.

"Kita dapat infonya per kapling harganya Rp 25-30 juta," imbuhnya.

Rencananya warga Dusun Tanjungtirto juga akan mengadukan masalah ini ke Keraton Yogyakarta, Kamis (11/5) nanti.

Menanggapi protes dari warganya, Kepala Desa Kalitirto, Suparwoto menjelaskan bahwa dirinya memang sempat ditawari bagian tanah di sana. Namun dia menolaknya.

"Dulu ada yang datang ke saya mengaku trah Sultan HB VII, kula nuwun mau memasang banner di sana. Tapi saya bilang itu bukan wewenang saya. Saya juga nggak dukung (pengaplingan SG). SG kok dikapling-kapling," jelasnya.

Di tengah proses dialog, seorang perwakilan dari ahli waris Sri Sultan HB VII, yakni Eko Jatmiko datang dan memberi penjelasan kepada warga. Eko mengakui dirinyalah yang mengukur, dan mengapling tanah itu atas utusan salah satu ahli waris Sri Sultan HB VII yakni RM Triyanto.

Namun, Eko membantah ada proses jual beli di lahan tersebut. Dia mengatakan pihaknya hanya menyewakan tanah itu kepada warga yang membutuhkan dengan harga sesuai dengan kemampuan penyewa.

"Kami tidak pernah menjual tanah SG. Seandainya ada yang berita dijual Rp 25-30 juta. Saya atau RM Triyanto tidak pernah menerima uang itu," kata Eko.

Hingga saat ini, imbuhnya, sudah ada 4 orang yang mengajukan diri untuk menyewa kaplingan lahan di Desa Kalitirto dengan harga Rp 8 juta per 10 tahun. Harga itu, kata Eko, bukan patokan melainkan disesuaikan dengan kemampuan penyewa.

Namun Eko mengaku belum mendapat laporan soal identitas 4 orang penyewa SG di Desa Kalitirto tersebut.

Eko menyampaikan bahwa tujuan utama dari pengaplingan ini adalah untuk mendapatkan pengakuan dari warga. Nantinya bagi penyewa tanah itu akan mendapat surat kekancingan versi Sri Sultan HB VII.

"Yang kami butuhkan adalah pengakuan dari masyarakat tentang status tanah tersebut adalah SG milik Sultan HB VII. Bila ada masyarakat menggunakan tanah itu dengan kekancingan kami, berarti masyarakat mengakui tanah itu tanah milik ahli waris Sri Sultan HB VII. Itu tujuan utamanya," tegas Eko.

Eko mengatakan ahli waris Sri Sultan HB VII keberatan dengan kepemilikan SG adalah perorangan, bukan lembaga Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

"Ini berhubungan dengan Traktat Giyanti Sri Sultan HB I dan diteruskan dengan dasar hukumnya rijksblad (peraturan Kasultanan) Nomor 16 tahun 1918 oleh Sultan HB VII. Kalau jadi tanah lembaga, kita tidak bisa mengontrol mau ke mana SG," pungkas Eko. (sip/bgs)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads