"KPU inginnya e-voting. Jam ini dilakukan penghitungan suara di TPS selesai, di detik yang sama (datannya) sudah terekam di KPU pusat," ungkap Tjahjo seusai Seminar Nasional XXVI Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), di Kampus Fisipol, Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (27/4/2017).
Menurut dia, sistem e-voting untuk sementara bisa dilakukan lewat short message service (sms). Rekapitulasi suara di tiap-tiap Tempat Pemungutan Suara (TPS), bisa langsung dikirimkan ke KPU pusat. "Lewat SMS kan cepet," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Filipina saja jam 3 sore sudah bisa ketahuan (hasil pemilu). Nanti Kami menyiapkan. Penyelenggara regulasi kami serahkan ke KPU. Pengawasannya ke Bawaslu. Pengamanannya ke TNI, Polri, dan BIN. Untuk monitoring bisa dilakukan di semua perguruan tinggi," tambahnya.
Jika terealisasi, sistem ini lanjut dia, tidak perlu dimasukkan dalam undang-undang pemilu. Sebab itu, sistem ini bisa saja diterapkan. "
Saya kira enggak perlu (dimasukkan UU). Kalau dulu kan kotak suara di taruh di kecamatan, rawan. Sekarang enggak, setelah selesai penghitungan suara bisa langsung terekam," katanya.
Tjahjo menambahkan dalam pelaksanaan pilkada serentak anggarannya dipastikan membengkak. Dia mengaku pilkada serentak saat ini juga terjadi pembengkakan anggaran sampai 200 persen, bukan penghematan.
"Kondisi pilkada serentak 2018 nanti akan masih sama, membengkak. Kalau dulu kendaraan bisa pinjam pemda, sekarang beli mobil. Jadinya efisiensi tidak ada. Tapi memang ukuran suksesnya kegiatan politik tidak bisa diukur dengan uang," pungkas Tjahjo. (bgs/bgs)











































