Mereka dibawa paksa oleh tentara Belanda dari wilayah-wilayah di tanah Jawa seperti magelang, Prembun dan Kutawinangun Kebumen, Gumelem Banyumas, Purbalingga, Blitar, Sidoarjo dan Mojokerto Jawa Timur. Ada yang langsung dicomot dari pasar-pasar atau tempat keramaian di daerah-daerah tersebut sehingga tidak sempat pamitan keluarga di rumah. Namun juga ada yang sempat berpamitan.
Mereka diberangkatkan menggunakan kapal laut melalut Pelabuhan Tanjung Priok, Batavia, Tanjung Mas Semarang dan Tanjung Perak surabaya. Mereka datang bergelombang menggunakan kapal menuju Paramaribo, Suriname. Perjalanan mengarungi samudera lebih dari tiga bulan lamanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski sudah lahir di Suriname, tinggal di Suriname maupun Belanda, kerinduan akan tanah leluhur di Pulau Jawa bagi mereka masih ada. Bahasa Jawa ngoko masih digunakan para diaspora Jawa di manapun tempat berada.
Orang-orang keturunan Jawa di Suriname dan Belanda banyak datang ke tanah Jawa, tujuanya tak lain untuk mencari keluarga atau alur trah keluarga yang masih tersisa di Jawa. Ada yang bisa ketemu dengan beberapa anggota keluarga dan masih ada cerita tentang masa lalu. Namun ada pula yang sudah tidak ketemu ketika mendatangi daerah yang menjadi tempat leluhurnya.
Seperti Jakiem Asmowidjoyo (66), warga kelahiran Suriname 1951 yang saat ini tinggal di Belanda. Dia mengaku sudah lima kali mencari keluarganya di tanah Jawa. Menurut cerita, buyut dari kakek berasal dari Nganjuk, sementara buyut dari nenek berasal dari Mojokerto. Tapi sudah berkali-kali dia mencari, keluarganya di tanah Jawa tak kunjung ketemu.
"Aku wes pernah ndek Nganjuk, tapi ngggoleki desone ora ketemu, gerbang desone wae wes gak ono (Saya sudah pernah ke Nganjuk, tapi mencari desanya tidak ketemu, gerbang desanya saja sudah tidak ada)," ujar pria yang kini berkewarganegaraan Belanda ini.
Menurut dia, kakek buyut dibawa ke Suriname tahun 1898 atau generasi awal orang Jawa tiba di Suriname. Dia juga melacak dengan mencari keluarga buyut dari nenek di Mojokerto, sesampainya di sana dia juga tidak mendapati keluarga buyutnya. Namun dia tak patah arang, berdasarkan informasi yang didapat masih ada keluarganya yang tinggal di Blitar. Setelahnya dia mencoba mencari ke Blitar, tapi usahanya kembali tak membuahkan hasil.
"Sak iki keluargaku ndek Jowo wes ora ketemu, tapi sak iki wong-wong ndek perkumpulan dadi dulurku kabeh (Sekarang keluargaku di Tanah Jawa sudah tidak ketemu, tapi sekarang orang-orang di perkumpulan semuanya jadi saudaraku)," ujar pria yang juga Koordinator Group Jawa Suriname ndek Londo (di Belanda-red) ini.
Meski sudah tidak menjumpai keluarganya di Jawa, Jakiem mengaku setiap kali menginjakan laki di Jawa sudah seperti pulang di rumahnya sendiri. Sebab itu, dia tidak henti-hentinya mencari informasi sejarah tanah Jawa, baik lewat literatur maupun datang langsung ke Jawa.
"Yo ibarate ngumpulke balung pisah (ya ibaratnya mengumpulkan saudara yang terpisah)," pungkas Jakiem seusai berkunjung di Desa Gilangharjo, Bantul. (bgs/bgs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini