Pelapor yang merupakan warga Jangli Krajan, RT 01 RW 06, Semarang itu awalnya pada tahun 2014 didatangi tetangganya yang merupakan anak buah SP dan mengenalkannya pada SP. Kemudian SP menawarkan jalan pintas agar tiga anak pelapor bisa diterima menjadi PNS dengan syarat.
"Datang ke rumah saya itu pakai seragam Satpol PP. Terus di bilang kalau mau (diterima PNS) harus membayar satu orang Rp 150 juta," kata Albertus di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polrestabes Semarang, Jumat (3/6/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sanggupi menyicil sebanyak 13. Jangka transaksinya mulai 6 Juni 2014 sampai 28 Oktober 2015," tandasnya.
Terlapor ternyata masih berusaha meyakinkan dengan memberikan tiga surat keputusan berkop Kementrian Kesehatan dan Kementrian Perhubungan dengan nama tiga anak pelapor. Surat tersebut berupa fotokopi dan diduga palsu.
"Suratnya bentuknya fotokopian, isinya menyatakan anak saya diterima. Tapi saya curiga dan BKD (Badan Kepegawaian Daerah), tapi surat itu dikatakan palsu," ujar Albertus.
Semakin curiga, Albertus langsung mendatangi atasan SP di kantor Satpol PP Provinsi Jawa Tengah. Ternyata benar SP merupakan anggota Satpol PP, namun atasannya tidak mengetahui apa yang dilakukan SP dan mempersilahkan Albertus untuk melapor ke polisi.
"Ada tenggat waktu sampai 3 Juni, ini sudah tenggat waktu makanya saya lapor," tegasnya.
Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol Burhanudin mengatakan pihaknya belum membaca detail laporan tersebut, namun ia memastikan laporan itu akan ditindaklanjuti siapapun terlapornya.
"Pasti, pasti ditindak lanjuti, apapun motifnya," tegas Burhanudin. (alg/trw)











































