"Gerakan memanen air hujan belum dilakukan oleh masyarakat kita. Mereka memandang belum perlu melakukannya," ungkap staf pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik (FT) Universitas Gadjah Mada (UGM), Agus Maryono dalam diskusi di kampus UGM, Selasa (4/8/2015).
Agus mengatakan agar bencana kekeringan tidak terjadi lagi, perlu upaya ekstra keras dari masyarakat, pemerintah dan semua pihak untuk memanen air hujan sebanyak-banyaknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selain itu, masyarakat juga masih menggantungkan sepenuhnya masalah air bersih dari PDAM. Padahal PDAM jelas tidak mampu memenuhi kebutuhan air seratus persen warga," katanya.
Menurut dia, kebiasaan seperti ini akan sangat berbahaya, apalagi jika terjadi fenomena ekstrim seperti saat El Nino di tahun 1997 lalu. Pada tahun ini diprediksi musim kemarau lebih panjang dari biasanya.
"Saatnya warga harus sadar untuk melakukan gerakan memanen air hujan agar terhindar dari kekeringan," kata Agus.
Beberapa cara preventif dan kuratif yang bisa dilakukan dalam menghadapi musim kemarau di antaranya menampung air hujan dengan Penampungan Air Hujan (PAH), memasukkan air hujan ke sumur resapan dan ke sumur-sumur penduduk. Sedangkan langkah kuratif yang bisa dilakukan, seperti mencari sumber air yang masih tersisa.
Sementara Emilia Nurjani dari Laboratorium Hidrometeorologi dan Kualitas Udara, Fakultas Geografi UGM menambahkan, pola kemarau antardaerah di Tanah Air berbeda-beda. Selain itu, saat ini semakin banyak faktor-faktor yang turut memengaruhi turunnya hujan, termasuk El Nino.
"Kekeringan di tiap daerah di Indonesia tidak sama. Demikian pula dengan pola hujannya juga tidak sama. Dengan demikian efek atau dampaknya juga berbeda," kata Emilia.
Salah satu cara untuk mengatasi kekeringan adalah dengan membuat PAH baik secara per orangan atau kelompok warga. PAH sebaiknya tidak hanya digunakan saat musim kemarau tapi juga saat musim penghujan. Dengan demikian saat musim kemarau tidak mengalami kekurangan air.
"Bangun sumur-sumur resapan sehingga air bisa masuk ke tanah," kata Emilia. (bgs/rul)