Di-sweeping dan Dianggap Tak Berizin, Relawan Komunikasi Demo di Yogya

Di-sweeping dan Dianggap Tak Berizin, Relawan Komunikasi Demo di Yogya

- detikNews
Senin, 03 Feb 2014 15:41 WIB
Foto: Bagus Kurniawan/detikcom
Yogyakarta - Puluhan relawan anggota Senaputra Yogyakarta dari Paguyuban Frekuensi 142.070 Mhz berunjuk rasa. Mereka menuntut balmon kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Direktorat Jendral Pos dan Telekomunikasi tidak melakukan tebang pilih saat melakukan sweeping pengguna radio komunikasi Handy Talky (HT).

Aksi anggota relawan Senaputra yang sebagian besar warga DIY itu dilakukan di depan kantor Balai Monitor (Balmon) Spektrum Frekuensi Radio Kelas II DIY, Jalan Veteran Yogyakarta, Senin (3/2/2014). Mereka mengendarai sepada motor dan mengenakan seragam berwarna oranye.

Mereka membawa perangkat kerja relawan berupa HT, gergaji mesin, dan tali tambang. Sambil membentangkan poster 'Balmon Jangan Arogan', mereka berorasi bergantian.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Koordinator aksi Nurdi mengungkapkan pihaknya memprotes Balmon setelah lembaga tersebut memberikan Surat Peringatan (SP) 1 kepada komunitas relawan Senaputra karena dianggap tidak berizin. Mereka menilai pemberian SP 1 itu sebagai sikap arogan dan tebang pilih. Sebab selama ini banyak frekuensi radio komunikasi yang tidak berizin.

Menurutnya, Paguyuban Frekuensi 142.070 Mhz Senaputra Yogyakarta sendiri memiliki jumlah anggota sekitar 200 orang yang tersebar di berbagai wilayah DIY. Mereka telah ada sejak tahun 1988 lalu.

"Kami ini relawan, radio komunikasi kami gunakan untuk kemanusiaan atau membantu masyarakat yang membutuhkan," ungkap Nurdi.

Perwakilan relawan diterima oleh Kepala Balmon DIY, Yayuk dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPN) Kompol Tri Wiratmo. Dalam pertemuan selama lebih kurang satu jam itu, relawan mengungkap semua permasalahan yang dihadapi terutama saat kena sweeping atau teguran.

Anggota Senaputra, Bayu, mengungkapkan ada sekitar 5 orang yang terkena SP 1 oleh Balmon saat dilakukan operasi pada tanggal 27-28 Januari 2014. Keluarga relawan khawatir karena dalam surat itu ada ancaman denda dan kurungan.

"Istri saya diberi surat peringatan seperti ya takut apalagi membaca ancaman hukumannya. Padahal alat komunikasi hanya sederhana berupa HT dan ada yang menggunakan antena dari tiang bambu," katanya.

Dia mempertanyakan kenapa pihak Balmon melakukan tebang pilih dalam operasi penertiban. Padahal tidak jauh dari tempat tinggalnya ada pemilik radio komunikasi atau pemancar radio yang juga tidak mempunyai izin. Namun mereka tidak terkena operasi. Selain itu masih banyak tower BTS dan radio komersial yang tidak berizin namun juga dibiarkan.

Dia mengatakan semua frekuensi radio yang tidak berizin harus ditindak. Saat ini di Yogyakarta juga ada sekitar 136 komunitas relawan yang menggunakan frekuensi radio. Tapi tidak semua memberikan kontribusi.

"Kalau harus izin, kami juga butuh dispensasi. Sebab selama ini anggota komunitas sudah melakukan upaya mengurus call sign secara resmi," tegas Bayu.

Sedangkan Kompol Tri Wiratmo saat berdialog dengan relawan mengatakan pihaknya melakukan operasi berdasarkan surat tugas dari Mabes Polri. SP 1 itu sudah sesuai aturan hukum atau UU No 36 tahun 1999 dan PP No 38 tahun 2007. "Kami menjalankan tugas sesuai undang undang dan itu sifatnya adalah melakukan pembinaan," katanya.

Menurut Wiratmo bila ada komunitas relawan yang keberatan dengan hal itu, pihaknya akan meneruskan kepada pusat baik Mabes Polri dan Kemenkominfo RI. "Semua keluhan ini oleh Balmon kita tampung dan akan kita teruskan ke pusat," pungkas dia.

(bgs/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads