Longsor disertai bongkahan batu besar menutupi sebagian Jalan Cadas Pangeran, Kabupaten Sumedang, Rabu (13/1/2022). Kejadian longsor seperti itu bukan pertama kali terjadi.
Lalu bagaimanakah menurut tinjauan ilmu geografi dan geologi terkait bentukan alam di Cadas Pangeran. Pakar Geografi T. Bachtiar menjelaskan bentukan batuan di kawasan Cadas Pangeran merupakan batuan dari gunung api yang sangat tua.
"Cadas Pangeran itu merupakan fosil gunung api. Gunungapi purba yang pernah meletus pada jutaan tahun lalu," ungkap T. Bachtiar kepada detikcom, Kamis (13/1/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebutkan hasil dari letusan gunung api tua itu berupa lava dan batuan beku yang sangat kuat. Ia pun menceritakan bagaimana kisah pembangunan Jalan Cadas Pangeran yang dilakukan oleh Daendels pada masa kolonial. Saat itu, para pekerja cukup kesulitan menembus Cadas Pangeran saat hanya menggunakan alat manual.
"Saat Daendels membangun Jalan Parakanmuncang sampai ke Karangsembung, Daendels lewat utusannya sampai harus menembakkan senjata-senjata artileri untuk menembus jalan di Cadas Pangeran karena alat manual tidak kuat untuk memecahkan batu-batu di Cadas Pangeran," katanya.
Ia pun mengimbau untuk mewaspadai terkait alih fungsi lahan di atas Cadas Pangeran. Pasalnya, hal itu dapat mempengaruhi kondisi batuan di Cadas Pangeran.
"Sekarang sudah mulai berubah tutupannya, nah jika tutupan itu makin tipis maka akan mudah labil batuannya akan mudah rontok, jadi misalnya yang semula pohon-pohon besar menjadi kebun-kebun dan ladang-ladang, itu akan berpengaruh, jadi begitu hujan datang maka tidak ada lagi akar pohon yang mengikat," terangnya.
Untuk mewaspadai terjadinya longsor, tambah dia, saluran air atau drainase di jalur atas Cadas Pangeran harus disalurkan dengan baik sehingga jangan sampai terlalu banyak meresep ke dalam tebing.
"Jika saluran air hujan terlalu banyak meresap ke tebing maka tebingnya akan jenuh air, kalau jenuh air batuan-batuan yang telah lepas dan besar-besar akan rontok ke bawah," terangnya.
Sumaryono, Sri Hidayati, dan Cecep Sulaeman; Gerakan Tanah di Cantillever dan Jalur Jalan Cadas Pangeran Sumedang yang diterbitkan dalam Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 5 Nomor 3, Desember 2010: 23-31, menyebutkan bahwa jalur Cadas pangeran merupakan kawasan perbukitan yang memiliki lereng terjal dengan kemiringan antara 25-40 derajat.
Adapun ketinggian lerengnya berada di antara 500-800 meter di atas permukaan laut (mdpl). Di bagian lembah kawasan tersebut mengalir Sungai Ciledug dan Sungai Cipeles. Sementara di bagian atasnya berupa hutan, ladang dan sawah serta terdapat kolam ikan.
Secara geologi, Desa Ciherang dan sekitarnya tersusun oleh produk gunung api muda tak teruraikan (Qyu), gunungapi tua (Qvb) dan gunung api tua lava (Qvl). Gunung api muda tak teruraikan yang terdiri dari pasir tufaan, lapili, breksi dan lava.
Sebagian aglomerat berasal dari Gunung Tangkubanparahu dan sebagian dari Gunung Tampomas. Membentuk dataran kecil atau bagian-bagian rata dan bukit-bukit rendah antara Sumedang-Bandung.
Aglomerat adalah gumpalan batuan yang terdiri atas komponen batu bersudut, batu bulat, atau kerikil yang pekat menjadi satu karena adanya bahan perekat (misalnya tanah liat). Sementara hasil dari gunung api tua (Qvb) terdiri dari breksi aliran lahar gunung api dengan susunan komponennya antara andesit-basal.
Sementara hasil gunung api tua lava (Qvl) menunjukkan kekar lempeng dan kekar tiang, terdiri dari batu pasir tufa, batulempung dan batu pasir gampingan dan batu gamping formasi kaliwungu (Pk).
Pada umumnya daerah yang mengalami gerakan tanah disusun oleh breksi, andesit dan pasir tufaan. Dalam buletin itu disebutkan bahwa gerakan tanah pernah terjadi di tahun 2002, 2006 dan 30 April 2009, Mei dan November 2010.
Kembali ke T. Bachtiar, ia menjelaskan gunung api muda adalah gunung api yang diketahui masih aktif atau jejak letusannya masih tersisa. Sementara gunung api tua adalah gunung api yang sudah tidak memperlihatkan sisa kawahnya tapi dapat diketahui dari hasil atau produk letusannya.
"Gunung api tua, gunung apinya tidak diketahui. Karena saat meletus terjadinya saat jutaan tahun yang lalu belum ada manusia yang memberi nama," terangnya.
(mso/bbn)