Afifi menceritakan kronologi pemberian fee itu di hadapan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Serang. Ia menjadi saksi untuk terdakwa Epieh Saepudin yang dihadirkan secara virtual di Rutan Pandeglang.
Dia mengatakan, awalnya dihubungi Diki untuk menghubungi delapan pesantren di Labuan. Ia kemudian menghubungi terdakwa Epieh kenalannya dan memberi nomor kontaknya ke Diki.
"Beberapa minggu kemudian Epieh menyerahkan berkas ke saya untuk diserahkan ke Diki di Kesra," kata Afifi di Pengadilan Tipikor Serang, Senin (29/11/2021).
Pada bulan September, saat hibah ponpes cair dari Pemprov Banten, ia diserahkan uang dari terdakwa Epieh untuk diserahkan ke pegawai honorer itu. Ia diberi tahu bahwa uang itu adalah commitment fee atas pencairan dana hibah.
"Karena banyak kerjaan juga, coba hubungi Diki. A Diki ada titipan dari Epieh. Kata beliau udah simpen aja di sana nanti saya ke rumah. Itu senilai Rp 30 juta dan setelah itu saudara Diki ke rumah saya untuk mengambil uang," ujarnya.
Beberapa minggu kemduian terdakwa Epieh pun menyerahkan uang Rp 30 juta untuk kedua kali. Uang itu ia serahkan ke pegawai Kesra di rumahnya.
"Waktu itu rumahnya di Perumahan Persada Serang," ujarnya.
Saksi sendiri mengaku hanya diberi Rp 500 ribu dan itu pun untuk uang transport. Pesantrennya sendiri memang salah satu penerima hibah di Pandeglang baik untuk tahun 2018 senilai Rp 20 juta dan tahun 2020 senilai Rp 30 juta.
Tapi, hibah itu ia akui tidak dipotong sama sekali termasuk oleh orang Biro Kesra. Uang katanya langsung masuk ke rekening setelah sebelumnya pengajuan proposal dikoordinir oleh Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP).
"Semua (proposakl) dikolektif ke Forum (FSPP). Kita bikin RAB sendiri ke forum," ujarnya. (bri/mso)