Nasib pilu dialami seorang santri (13), di Pandeglang mengalami luka lebam di bagian matanya. Dia diduga menjadi korban penganiayaan kakak tingkatnya sendiri. Pihak ponpes pun telah mengeluarkan pelaku penganiayaan..
Informasi yang diperolah, dugaan penganiayaan itu terjadi pada Minggu (21/11) kemarin. Saat itu, korban dilaporkan telah dianiaya kakak tingkatnya setelah dianggap melanggar aturan keluar dari lingkungan ponpes tanpa izin.
"Kejadiannya itu pas udah salat isya. Itu kan ada pengabsenan, nah adik saya enggak ada di pesantren, dia lagi keluar beli makan, beli nasi uduk soalnya katanya lagi laper," kata Dwi Handayai, kakak korban saat berbincang dengan detikcom melalui sambungan telepon di Pandeglang, Kamis (25/11/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantaran dianggap melanggar aturan, korban lantas ditemui seseorang yang disebut sebagai kakak kelasnya yang diketahui menjabat sebagai kepala kamar. Tak lama, rekan pelaku lalu datang ke sana dan ikut memberikan hukuman kepada korban.
Di dalam kamar asramanya itu, korban lalu bercerita telah mendapat tindakan kekerasan hingga mengalami luka lebam. Para pelaku diketahui berstatus sebagai santri di pondok tersebut dan tengah menempuh pendidikan di tingkat kelas 1 SMA.
"Adik saya kan pas diabsen udah salat enggak ada, tapi dia muhadoroh (Kegiatan latihan pidato di pondok pesantren) ikut. Akhirnya jam 10 malem setelah beres, adik saya sama temen-temennya dikumpulin di kamar, mereka disuruh push up 150 kali," ujarnya.
"Pas lagi push up itu adik saya ditendang mukanya. Sekarang bengkak di bagian pelipis sama bagian mata," tambahnya.
Dugaan penyiksaan itu rupanya tak berhenti sampai di sana. Korban, kata Dwi, menceritakan bagaimana dia lalu mendapat hukuman secara tidak wajar dengan cara tubuhnya ditutup menggunakan selimut lalu dipukul beberapa kali menggunakan sebilah potongan bambu.
"Kan udah beres push up, adik saya suruh bangun terus ditampar sama kakak tingkatnya. Bagian belakang kepalanya juga dipukul pakai (sebilah potongan) bambu, kirain bakalan udah setelah ditampar, ditendang gitu. Ternyata adik saya dibungkus pake selimut, dia ditutupin terus dipukulin pake bambu, itu di kamar posisinya di pojokan, sedangkan teman-temannyanya disuruh tidur semua sama si kakak tingkatnya," tutur Dwi.
Akibat kejadian tersebut, korban dilaporkan mengalami 17 luka lebam dari mulai bagian pelipis, mata, tangan, paha, betis dan bagian belakang kepalanya. Keluarga korban lalu melaporkan kejadian ini ke polisi lantaran tak terima sang anak diduga telah menjadi korban penganiayaan.
"Bapak udah bikin laporan, harapannya semoga pelakunya dihukum setimpal. Soalnya adik saya sekarang trauma, dia jadi takut," ucapnya.
Penjelasan Pihak Ponpes
Saat dikofirmasi, kepala madrasah ponpes Taufik Hidayat tak menampik soal peristiwa tersebut. Pihak pondok pun sudah mengakui kesalahan itu dan tak pernah membenarkan adanya bentuk sanksi yang melewati batas bahkan ke arah penganiayaan.
"Intinya kita menerima kesalahan, ada tindakan yang di luar kontrol kita sebagai pengasuh di pondok pesantren ini. Dan kita bersama keluarga pelakunya sudah mendatangi pihak keluarga korban untuk menyampaikan permintaan maaf atas kejadian ini," katanya.
Ia menegaskan, ponpes sudah memberikan sanksi tegas kepada pelaku berinisial M yang diduga telah melakukan tindakan penganiayaan tersebut. Bahkan, saat ini status pelaku yang tengah menempuh pendidikan di kelas 1 SMA sudah dikeluarkan dari pondok pesantren.
"Pelakunya (M) sudah kita keluarkan, sudah disampaikan juga ke pihak keluarganya mengenai sanksi ini. Itu pelakunya hanya satu orang doang yah, karena yang satunya lagi (AB) dia cuma memberikan hukuman push up sebagai penanggung jawab ataupun ketua kamar di asrama korban ini," terangnya.
"Kalau yang pelakunya (M), itu dia bukan pengurus. Dia cuma temannya si ketua kamar yang melanjutkan hukuman sampai di luar batas. Sebenarnya Secara prosedur pondok sudah memberi punishment korban dengan dibotak itu (karena melanggar aturan), karena memang tidak pernah ada aturan ke arah pemukulan," tambahnya.
Akibat peristiwa itu, pihak ponpes memastikan akan segera melakukan evaluasi. Taufik pun memastikan, pengurus ponpes tak akan menutup-nutupi peristiwa ini dan mempersilahkan pihak keluarga korban jika akan membawa perkara ini ke kepolisian.
"Kalaupun kita akan dimintai keterangan sama polisi, tentu kita akan dating dan menyampaikan keteragan sesuai dengan kejadiannya tanpa ada yang ditutup-tutupi. Karena kita pun tidak membenarkan adanya kejadian ini," tuturnya.
Kasatreskrim Polres Pandeglang AKP Fajar Mauludi membenarkan telah menerima laporan dugaan penganiayaan tersebut. Polisi kini masih mendalami laporan itu dan berencana meminta keterangan dari kedua belah pihak.
"Ya betul, laporannya baru masuk kemarin. Nanti kami dalami dulu sambil mau minta keterangan dari pelapor sama terlapornya," pungkasnya.
(mso/mso)