Pelindung Titik 0 KM Ciliwung itu Bernama Kopi Cibulao

Pelindung Titik 0 KM Ciliwung itu Bernama Kopi Cibulao

Yudha Maulana - detikNews
Minggu, 14 Nov 2021 09:11 WIB
Melihat budidaya kopi yang dilakukan warga hulu sungai Ciliwung
Melihat budidaya kopi yang dilakukan warga hulu sungai Ciliwung (Foto: Yudha Maulana)
Bogor -

"Ciliwung sendat airnya, Ciliwung cokelat seperti dahulu. Luka dan dukamu - engkau kayuh ke hilir. Bersama siapa yang tercampak minggir. Kini engkau korban. Dulu engkau korban. Ada yang tajam menggores, Kota dan kehidupan!".

Itulah petikan bait puisi 'Sungai Ciliwung yang Miskin' karya Slamet Sukirnanto (1967) yang seakan menggambarkan penderitaan tak berkesudahan dari salah satu sungai terpenting di Tatar Pasundan. Hutan yang dulu lebat berubah menjadi semak-semak dan beralih fungsi, perambahan hutan yang liar di wilayah hulu juga membuat keseimbangan alam menjadi terganggu,

Akibatnya banjir dan longsor datang bergantian ketika musim penghujan, sebaliknya kekeringan melanda di hulu saat kemarau datang. Mendengar rintihan alam, warga di titik nol kilometer Ciliwung atau tepatnya di Kampung Cibulao, Desa Tugu Utara, Cisarua, Kabupaten Bogor tergerak untuk melakukan upaya penyelamatan dengan cara tak biasa, yakni menanam pohon kopi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ikhtiar yang dilakukan sejak tahun 2000 itu pun membuahkan hasil, selain konservasi alam yang membuat kawasan Puncak lebih hijau, Kampung Cibulao juga menjelma menjadi salah satu produsen kopi robusta ternama di Indonesia. Bahkan pada 2016 silam, kopi hasil tanam Kelompok Tani Hutan (KTH) Cibulao meraih gelar juara satu di ajang Kontes Kopi Spesialti Indonesia (KKSI).

Katanya, keunikan cita rasa Kopi Cibulao berasal dari perpaduan pohon kopi yang hidup di naungan pepohonan kayu endemik yang menaunginya di pinggir hutan lindung Puncak Bogor. Tanah yang subur juga kelembapan udara khas pegunungan membuat tanaman yang pertama kali ditemukan di Ethiopia itu tumbuh optimal.

ADVERTISEMENT

Perintis KTH Cibulao Kiryono (41) bercerita, awal mulanya gerakan yang diinisiasinya berbentuk kelompok peduli alam (KPA). Pasalnya, kawasan hutan di daerah Tugu Utara mulai rusak. Fokus dari kelompok ini adalah melakukan pembibitan dan penanaman tanaman endemik di kawasan hutan yang gundul.

"Namun beberapa kali dengan bermodalkan tekad kami melakukan penanaman pohon, namun setelah pohon mulai besar sekitar umur tiga hingga empat tahun, banyak diambil atau ditebang oleh masyarakat kami juga, hingga akhirnya kelompok kami bubar, karena apa yang kami lakukan sia-sia," ujar Yono --sapaan Kiryono-- saat berbincang dengan detikcom, belum lama ini.

Rupanya ketika Yono dan KPA Cibulao bergerak menanam pohon endemik, kedua orang tuanya almarhum Nardi dan Partinah menanam pohon kopi di kawasan hutan Perhutani yang bekas longsor. "Kebetulan tahun 2007 kopi pun mulai berbuah. Dengan harapan orang tua kami pada awalnya. apabila kopi bisa berbuah. Nggak usah beli kopi awalnya," ujar Yono.

Di sanalah pikiran Yono terbuka, sebab pohon endemik yang biasanya ditebang sembarangan oleh perambah tetap aman berdampingan dengan pohon kopi yang ditanam orang tuanya dulu.

"Kok masih aman, enggak ada yang berani nebang. Dari fakta tersebut kami berpikir, mungkin dengan tanaman tumpang sari demikian akan lebih baik dan aman. Seolah-olah jebakan, melarang menebang pohon secara tidak langsung. Apabila ada yang menebang pohon akan menimpa pohon kopi tersebut, dan yang menebang akan berurusan dengan yang punya pohon kopi," kenang Yono.

Jatuh bangun dialami Yono dan rekan ketika mengembangkan Kopi Cibulao ini, sampai akhirnya ia bertemu dengan dosen P4W IPB yang tengah melakukan penelitian di kampung tersebut. Dari sanalah pembinaan hulu ke hilir Kopi Cibulao dimulai secara profesional dengan melibatkan berbagai pihak, sampai akhirnya menyabet juara 1 KKSI 2016 di Aceh.

"Sebagai dampak kopi robusta menjadi juara, maka harga jual pun langsung naik signifikan. Bahkan permintaan mulai banyak, namun saat itu kami enggak bisa menerima permintaan tersebut karena skala kuantitas jauh dari memadai," katanya.

Angkat Harkat Derajat Warga Kampung

Mayoritas penduduk di kawasan hutan Kampung Cibulao berprofesi sebagai pemetik daun teh dari perkebunan teh milik swasta. Jangan harap ada yang duduk di bangku universitas, mengenyam pendidikan dasar saja banyak yang tak selesai termasuk Yono yang hanya bermodal bisa baca dan tulis.

Oleh karena itu, ia membulatkan tekad untuk melakukan pemberdayaan sumber daya manusia di kampungnya lewat kopi Cibulao ini. "Masyarakat yang tinggal di kawasan hutan rata-rata tidak sekolah, jangankan perguruan tinggi SD saja banyak yang tidak tamat, termasuk saya sendiri. Hanya modal bisa baca dan tulis saja tanpa ijazah," katanya.

Perambahan hutan oleh masyarakat, ungkap Yono, biasanya dipicu oleh minimnya pendapatan ekonomi. Oleh karena itu, ia berupaya merangkul masyarakat untuk mengelola kawasan selain budidaya kopi, juga mengembangkan UMKM kopi Cibulao dan ecotourism.

Soal ecotourism pihaknya menyediakan wisata sepeda gunung KTH Bike Park. Trek sepanjang kurang lebih 5 kilometer yang bahkan digunakan untuk event level Asia itu pun dipadukan dengan edukasi tentang kopi.

Para pemuda kampung pun diberdayakan melalui karang taruna, karena kewenangan KTH terbatas hanya pada pengelolaan hutan saja. Selain melakukan bisnis yang berkaitan dengan kopi, mereka pun diterjunkan untuk melakukan tindakan konservasi.

"Kenapa harus imbang dengan pengembangan wisata dan ekonomi ? Karena masyarakat tidak semua bertani kopi. Banyak yang memiliki basic jualan makanan hingga kreatif, pemuda bisa menjadi fotografer hingga barista," tutur Yono.

Saat ini jumlah warga yang tergabung di KTH Cibulao sebanyak kurang lebih 300 orang. Jumlah tersebut terus bertambah setiap tahunnya dari hanya 8 orang pada 2008 silam. "4 KTH dalam naungan satu LMDH," ujar Yono.

Saat ini kopi Cibulao didistribusikan ke kafe-kafe yang berada di Jabodetabek, Surabaya, Yogyakarta, Pekalongan, Kuningan, Kalimantan, Sulawesi hingga Bali. Pemasaran pun sebagian dilakukan secara offline dan online.

"Kami belum bisa ekspor karena kuantitas masih sedikit," kata Yoni seraya menyebut satin kapasitas produksi green bean kopi Cibulao sebanyak 15 ton per tahun.

Yono mengatakan, pandemi COVID-19 membuat penjualan Kopi Cibulao terjun bebas. Pasalnya, kafe-kafe yang menjadi langganan tutup demi mencegah penularan virus Corona. "Kalau dampak penjualan sih iya mengalami penurunan 95%, awal-awal malah 100%. Ke sini-sini mulai 65%, memang masih ada dampaknya tapi sudah berangsur normal," ujar Yono.

Salah satu strategi yang dilakukan adalah penguatan penjualan secara daring. Cara itu diambil karena tak terbatas ruang dan waktu. "Kita memang di awal agak kesulitan juga, meraba-raba. Tapi kita tetap pertahankan kualitas, penjualan online juga kita perkuat," ujar Yono.

Pihaknya juga mendapatkan bantuan dari Bank Indonesia Perwakilan Jawa Barat, mulai dari pembinaan bisnis, suntikan modal hingga pemenuhan alat produksi. "Pembinaan dari BI itu lebih ke kebutuhan kelompok, salah satunya pendanaan dan kebutuhan alat seperti itu," katanya.

Dukung Kopi Sebagai Upaya Kebangkitan Green Economy di Jawa Barat

Geliat bisnis kopi sekaligus konservasi alam yang dirintis Yono dan rekan mendapatkan sorotan dari Bank Indonesia Perwakilan Jawa Barat (BI Jabar). Usaha yang mengedepankan konsep green economy ini pun mendapatkan pendampingan usaha dari hulu ke hilir.

Kepala BI perwakilan Jabar Herawanto mengatakan, gerakan dari KTH Cibulao ini sangat menarik. Pemberdayaan ekonomi dan upaya konservasi lingkungan oleh masyarakat setempat menjadi dua sisi mata koin yang tak bisa dipisahkan satu sama lainnya.

"Dulu daerah Perhutani dirambah masyarakat untuk mencari kayu, mau tidak mau karena masyarakat juga tidak punya penghasilan, kemudian diintroduksi kopi dan bekerjasama, kita dukung figur-figur yang ada di sana, yang menggerakan masyarakat untuk menanam kopi di lereng," ujar Herawanto dalam konferensi pers virtual seperti ditayangkan saluran Youtube BI Jabar, 8 November 2021.

Selain mendapatkan penghasilan dari kopi, masyarakat yang berada di kawasan kritis itu pun menjadi penjaga pohon endemik yang militan. Sebab, tumbuhan kopi ternyata butuh naungan pohon besar. "Siapa yang ganggu pohon besar, akan berhadapan dengan masyarakat yang punya kopi," katanya.

Proses roasting kopi yang dilakukan mandiri oleh wargaProses roasting kopi yang dilakukan mandiri oleh warga Foto: Yudha Maulana

Salah satu pendampingan yang dilakukan BI Jabar, adalah memastikan pengolahan Kopi Cibulao ini se-organik mungkin. Seperti diketahui, di atas perkebunan kopi Cibulao terdapat perkebunan teh milik swasta yang sampai saat ini masih menggunakan pupuk dan pestisida kimia.

Salah satu masukan yang diberikan adalah agar air yang mengairi tanaman kopi di lembah bisa dinetralisir dari kimia berbahaya yang terkandung dalam pupuk dan pestisida di titik 0 KM Sungai Ciliwung, yang alirannya melintasi DKI Jakarta.

"Kita netralisasi (kimia) pupuk dan pestisida, agar ramah alam lagi. Karena itu di titik 0 Ciliwung, konservasi air menjadi terkendali. Ini yang harus menjadi perhatian kita, pengendalian dari hulu, seandainya ada sesuatu (banjir) juga ke Jakarta, kan tidak bagus juga untuk ekonomi," katanya.

"Kami menemukan gerakan masyarakat setempat lokal, yang harus kami dukung. Kita kemudian ke sana untuk mendukung penuh, tahap demi tahap," ucapnya.

Herawanto mengatakan, konsep green economy bukan soal pembangunan yang kebablasan atau konservasi lingkungan tiada batas. Tetapi lebih kepada titik temu yang optimal antara keduanya. "Pembangunan itu pasti ada ongkos untuk lingkungan hidup, yang harus kita cari itu titik optimal agar pembangunan tetap berjalan tetapi kelestarian lingkungan secara sustainable growth tetap mendukung," tuturnya.

UMKM Percepat Pemulihan Ekonomi Jawa Barat: Ubah Pola Pikir

Saat ini BI Jabar bermitra dengan 109 UMKM, yang 26 di antaranya merupakan komunitas ekspor kopi. UMKM pun dikatakan Herawanto, menjadi motor yang bisa mempercepat pemulihan ekonomi. Secara statistik jumlah UMKM di Jabar merupakan salah satu yang terbesar di Indonesia dengan pangsa pasar 17,4 persen dan melibatkan 10,9 juta unit usaha.

"UMKM di Jabar harus jadi perhatian, karena ini melibatkan 89,5 persen usaha mikro, kalau kita bicara usaha mikro yang terlibat adalah masyarakat yang demikian banyak, dan strata masyarakat menengah ke bawah. Kalau kita bicara bagaimana komposisi UMKM ini didominasi tentunya sektor perdagangan 47%, pariwisata, akomodasi, makanan dan minuman," katanya.

"Ini menunjukkan bahwa secara ekonomi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi regional yang melibatkan masyarakat di berbagai sektor UMKM itu luar biasa, itu yang harus diingat bahwa UMKM itu biasanya nempel ke sektor utama, katakan begini di Jabar banyak kawasan industri, ketika bicara industri di sana akan nempel berbagai jenis UMKM mulai dari warung-warung sampai usaha-usaha pakaian dan sebagainya," katanya.

Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat Bambang Pramono mengatakan, saat ini BI Jabar tengah mengubah pola pikir dari pelaku UMKM agar menjadi adaptif dengan kondisi kekinian. Walau seutuhnya belum terjun di dunia digital, setidaknya para pelaku UMKM bisa memanfaatkan layanan digital yang telah ada.

"Pandemi ini memberi blessing, kadang yang malas pakai digital orang-orang juga memakai digital. Kita juga melatih dan mendampingi penerapan digitalisasi ini, tidak hanya di penjualannya tapi juga diproduksi seperti digital eco farming, yang bersifat perishable kita buat jadi lebih tahan lama," kata Bambang.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads