Langit kawasan Kamojang, Ibun, Kabupaten Bandung, mulai mendung. Semilir angin mulai berhembus di kawasan tersebut. Tanda-tanda hujan pun mulai terlihat.
Tampak dari kejauhan, seorang perempuan berkacamata dan mengenakan baju abu bertuliskan 'Petani Itu Hebat' masih sibuk memetik buah kopi. Jemari tangannya hanya memetik kopi berwarna merah saja. Satu persatu pohon kopi yang ditanam di kawasan tersebut disusuri, saat melihat ada pohon yang buahnya sudah berwarna merah langsung dipetiknya.
"Ini sisa panen, sayang waktu itu belum bisa dipanen semua karena masih ada buah kopi berwarna hijau yang tersisa," kata Eti Sumiati (68), penggarap sekaligus Ketua Kelompok Tani Wanoja Coffee.
Jumat itu, area kebun hanya ada Eti. Sedangkan yang lainnya libur. Tidak banyak berbincang, selesai memetik buah kopi, dia mengajak ke tempat produksinya di Kampung Sangkan RT 2 RW 2, Desa Laksana, Kecamatan Ibun, yang letaknya lima kilometer dari kebun.
Eti pun langsung mengajak ke ruang produksi. Di tempat yang harus selalu steril ini sejumlah perempuan tengah sibuk melakukan pemilihan biji kopi. Satu per satu biji kopi ini dipisahkan secara teliti.
Karena proses penjemuran, pengeringan hingga pemilahan menggunakan mesin sudah terlewati, detikcom hanya bisa melihat pemilahan biji kopi secara manual saja. Biji kopi hasil pemilihan ini disimpan di lima wadah plastik yang digunakan oleh para karyawan Eti yang bertugas melakukan pemilahan.
"Ini sedang milih yang jeleknya. Kalau grade 1, 2 dan 3 itu dipisahkan sama huller, ada mesin. Ini sedang milih kotoran aja, ada pasir, ada cangkuang kopi, kopi belah karena huller, ada kopi hitam karena masih muda, seperti itu," tutur Eti.
Usai melihat tempat produksi, ibu dengan tiga anak ini, juga mengajak ke tempat pengemasan produk hasil Wanoja Coffee yang sudah selesai di-roasting dan langsung digiling menggunakan grinder.
"Kopi ini dibawa Bank Indonesia ke Singapura, tanggal 18 November pameran Coffee Asia. Dari Jawa Barat yang dipilih dua, kopi Arjuna dan punya kita Wanoja," kata Nene Eti sambil menunjukkan kopi yang sudah dikemas dengan kemasan yang berlabel BI Jabar.
Sekedar informasi, Wanoja Coffee ini merupakan salah satu mitra binaan UMKM Bank Indonesia (BI) Jawa Barat. Eti menyebut, BI sangat berperan untuk kemajuan Kelompok Tani Wanoja Coffee.
"Seiring berjalannya waktu, penjualan kopi Wanoja lebih pesat dan lebih besar. Kita dapat bantuan dari BI. BI yang fasilitasi, semuanya bisa lancar berkat BI," ujarnya.
Eti menuturkan, pada awal gelombang pandemi COVID-19 menghantam, bisnis kopi miliknya sempat tak stabil, bahkan mengalami penurunan. Karena dituntut persaingan bisnis, pihaknya pun memutar otak agar produk kopinya bisa dipasarkan.
 Produk kopi Wanoja Coffee. (Foto: Wisma Putra/detikcom) |
Digitalisasi pun dilakukan, selain dijual secara offline, produk kopi Wanoja Coffee juga dijual di sejumlah marketplace. Hal ini dilakukan demi memberikan kemudahan kepada pelanggan kopinya. Dengan pola penjualan secara online, bisnisnya pun berangsur membaik.
Eti mengaku dibesarkan oleh BI, karena kelompok taninya didukung fasilitas dan peralatan yang harganya kurang lebih mencapai Rp 1 miliar. Di antaranya gedung, mesin huller, mesin sutton dan lainnya.
"Kita merasa dibesarkan sekali sama BI. Soalnya kita dibantu dengan alat-alat, yang biasanya kita sutton setiap panen nyuton ke teman-teman, ongkos gede banget, buat sopir, buat ongkos dan lainnya. Sekarang setelah kita diberikan mesin sutton mau siang, sore, malam kalau ada yang butuh bisa kita lakukan," ujarnya.
Usahanya di bidang kopi bukan sekadar bisnis belaka, melainkan ingin melakukan pemberdayaan terhadap warga, utamanya perempuan yang ada di kampungnya. Menurutnya, saat ini dari 25 karyawan di tempat produksi, 13 di antaranya merupakan perempuan dan dari 55 orang mitra petani Wanoja Coffee itu 18 orang perempuan.
Karena dirinya juga merupakan seorang perempuan, Eti ingin meningkatkan kesetaraan gander, utamanya dalam pembangunan bangsa dan negara. "Perempuan unik, fokus bekerjanya, penyabar, uniklah. Sabar, kekeluargaannya kelihatan, tingkat emosionalnya bisa cepat dekat dan kesetaraan gander soalnya gaji juga hampir sama dengan yang laki-laki. Juga memberdayakan masyarakat setempat," tutur Eti.
Keberadaan Wanoja Coffee ini memiliki misi melakukan konservasi lahan-lahan kritis yang sudah gundul akibat perambahan kawasan dan kembali ditanami pohon kopi. Proses konservasi ini bertujuan agar dapat menahan erosi, sehingga tidak ada lagi longsoran tanah dari wilayah hulu ke hilir, juga sebagai tempat cadangan air.
 Eti Sumiati (Foto: Wisma Putra/detikcom) |
Menurut Eti, sebelum banyak pohon kopi yang ditanam, erosi dari wilayah Ibun ke Majalaya kerap terjadi di musim penghujan. "Luas lahan yang ditanami kelompok tani sekitar 73 hektare dan saya 14 hektare. Kita berdiri tahun 2012, sejak itu kami masif melakukan penanaman pohon," katanya.
Produk kopi milik Wanoja Coffee merupakan satu dari 52 produk UMKM binaan BI Jabar. Produk-produk UMKM ini menerapkan konsep green economy dalam pengembangan produknya. Ini menjadi wujud concern BI Jabar terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan aspek pelestarian lingkungan.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jabar Herawanto mengatakan pihaknya terus membantu pemerintah dalam pemulihan ekonomi di Jawa Barat. Pihaknya mendorong pelaku UMKM harus memiliki barang yang green product dan green economy.
"Semua bersinergi, berkolaborasi untuk mendukung UMKM. UMKM apa? UMKM yang berkualitas, cirinya menggunakan teknologi dan ekspor. Ini yang harus kita wadahi dan dorong, ketika berbicara ekspor yang paling mengenalnya adalah green product dan green economy," paparnya.
"Yuk bangun Jawa Barat dengan gaya pembangunan yang berwawasan lingkungan, termasuk UMKM," ucap Herawanto menambahkan.
Menurutnya, karakteristik kopi di Jawa Barat unik, termasuk Wanoja Coffee yang ditanam di pegunungan Kamojang. Pemberdayaan terhadap kelompok tani ini tidak hanya pemberdayaan kelompok tani pada umumnya. Support materi terhadap Wanoja Coffee dilakukan demi perbaikan kualitas menuju produk Jabar yang menembus pasar internasional.
"Klaster Wanoja, perbaikan kualitas produk agar bisa dijual di pasar internasional, termasuk prosesnya, itu penting. Ternyata produk akhir khususnya kopi tergantung cara pemrosesan, bibit dan pohon iya, tapi ketika proses salah itu tidak akan masuk kriteria pasar internasional," ujar Herawanto.
 Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jabar Herawanto (Foto: Wisma Putra.detikcom) |
BI Jabar juga membantu membuka pasar di luar negeri untuk produk Wanoja Coffee. Tak hanya itu, Wanoja Coffee juga diikutsertakan dalam sejumlah eksibisi kopi.
"Ketika bicara pasar internasional, termasuk Wanoja Coffee, pertama informasi pasar yang terbuka di luar negeri, kita juga sertakan Wanoja diberbagai eksibisi. Ketika kita menyertakan Wanoja dan klaster kopi lainnya untuk masuk dalam satu eksibisi itu enggak mudah, ada semacam kurasi dan tes layak apa tidak," katanya.
Herawanto acungkan jempol untuk produk kopi Wanoja Coffee. "Alhamdulillah Wanoja dalam kesempatan menjadi satu produk yang paling memenuhi, persyaratan itu," ucapnya.
Selain produktif dalam berbisnis di masa tua, Eti juga dinilai berhasil melakukan pemberdayaan terhadap perempuan dan menjunjung kesetaraan gander. "Ini menjadi menarik Wanoja itu, karena perkumpulan wanita yang bergerak di bidang ini. Isu bahwa pemberdayaan perempuan itu penting termasuk Jawa Barat harus jadi concern bersama. Bicara soal perempuan kuta tahu salah satu titik penting untuk sebuah program itu salah satunya mendorong pihak perempuan, tanpa keterlibatan perempuan tidak bisa berlangsung lama," tutur Herawanto.
Ekspor Kopi di Kala Pandemi COVID-19
Kabupaten Bandung dikenal dengan produk kopinya. Selain Wanoja Coffee dari Ibun, banyak kopi-kopi di Kabupaten Bandung yang melanglang buana di luar negeri. Seperti kopi Pangalengan, Cimaung, Kertasari hingga Ciwidey.
Tanggal 30 Oktober 2021, Bupati Bandung Dadang Supriatna melepas 19,5 ton produk kopi Kabupaten Bandung untuk ekspor ke Prancis. "Inilah, keunggulan Kabupaten Bandung ini walaupun kondisi pandemi karena para pelakunya di antaranya para petani ingin maju," kata Dadang.
Orang nomor satu di Kabupaten Bandung ini menyebut, dengan melakukan ekspor produk pertanian ini, pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bandung kembali meningkat. "Alhamdulillah kalau flashback pada Bulan April, pertama saya dilantik kondisi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bandung di minus 1,87 persen, kalau dibandingkan dengan Bali waktu itu di tujuh persen. Sekarang alhamdulillah kita sudah meningkat lagi enam persen, itu karena Kabupaten Bandung banyak produk pertanian," tuturnya.
Selain itu, Dadang juga menyebut produk pertanian di Kabupaten Bandung, salah satunya kopi, masih menjadi andalan di masa pandemi COVID-19 ini. Berkat petani Kabupaten Bandung juga, produk pertanian ini bisa bersaing di pasar nasional.
"Ini salah satu bukti, petanilah menjadi andalan walaupun dalam kondisi pandemi, apalagi kondisi normal. Dengan adanya ekspor kopi ke Prancis ini, salah satu langkah awal yang bisa diikuti negara lainnya, baik Turki, Belanda bahkan Amerika. Saya yakin kopi di Kabupaten Bandung produknya luar biasa dan laku di pasar internasional," ucap Dadang.