Mengenakan kacamata hitam, pandangannya fokus menatap ke arah papan wall climbing atau panjat dinding. Sementara tangannya mencengkeram kuat tali karmantel untuk menjaga keamanan dari para pemanjat.
Begitulah aktivitas Bei Abdurachman saat melatih teknik belajar panjat tebing kepada anak asuhannya di Gedung Graha Insun Medal (GIM), Jalan Prabu Geusan Ulun, Kabupaten Sumedang, Rabu (10/11).
Bei Abdurachman, yang akrab disapa Wa Bei, merupakan salah satu pemanjat tebing yang namanya tidak asing di kalangan para pemanjat tebing di Indonesia. Ia alumni pertama dari sekolah panjat tebing pertama di Indonesia, yakni Skygers. Ia bergabung pada awal 1978.
"Saya termasuk alumni lulusan pertama di Skygers bersama Mamay, Salim, Saman Pakong (Alm), Salmon Piraki, banyaklah, ada Roy dan teman-teman lainnya dari ITB dan dari Unpad gabung waktu itu," ucapnya.
Ia diperkenalkan dunia panjat tebing dari para seniornya terdahulu yang merupakan para pendiri sekolah panjat tebing Skygers. "Saya mengenal dunia panjat tebing dari senior-senior di Skygers yang merupakan mahasiswa Seni Rupa ITB, di antaranya Harry Suliztiarto, Heri Hermanu, Dedi Ahmad Afandi, Resmono Hadi (Alm). Mereka di antaranya itu yang membentuk Skygears tahun 1976 dan yang memperkenalkan panjat tebing modern," tutur Wa Bei yang sempat mengenyam pendidikan hukum di salah satu kampus di Jakarta ini.
Menurutnya, aktivitas panjat tebing kian hari kian berkembang, bahkan saat ini sudah menjadi salah satu cabang olahraga. Wa Bei saat ini aktif bernaung di Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI).
"Saya banyak belajar terus ke teman-teman saya, FPTI itu ada induknya dan di sana saya belajar terus," kata Wa Bei.
Wa Bei malang melintang dalam dunia panjat tebing. Sejumlah tebing di Indonesia pun pernah dia jajal. Di antaranya Tebing Harau di Sumatra Barat, Bukit Kelam dan Tebing Unta di Kalimantan Barat, Tebing Mandu Tontonan dan Kariango di Sulawesi Selatan.
"Kadang saya itu tidak ingat kapan tahunnya, tapi kalau pas ke daerah baru ingat oh saya pernah panjat tebing ini, ada lah puluhan tebing sudah saya panjat, saya jarang mengingat-ingat," katanya.
Dia pun tercatat sebagai anggota di Tim Rescue Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumedang. Ilmunya kerap diperlukan saat harus menangani korban dengan teknik vertikal rescue.
"BPBD Sumedang dibentuk tahun 2015, tapi sebelum itu ada Satuan Pelaksana Penanggulagan Bencana, saya sudah gabung disana, pas kejadian 2005-2006 saat kejadian longsor di Cadas Gantung, terus Banjir di Ujungjaya, saya sudah jadi tim rescue-nya," ujar Wa Bei.
(bbn/bbn)