Gelaran musyawarah daerah (Musda) Partai Golkar Kota Bekasi berujung dualisme. DPD Golkar Jabar menjelaskan duduk perkara dualisme itu.
Wakil Ketua Bidang Organisasi DPD Golkar Jabar Aria Girinaya menjelaskan adanya dualisme musda DPD Golkar Kota Bekasi itu dikarenakan kondisi di lapangan. Menurut dia, saat musda digelar di Graha Bintang, Kota Bekasi, pada Jumat (29/10), ada dua kubu calon ketua Golkar Bekasi yakni Ade Puspitasari dan Nofel Saleh Hilabi.
Sebelum digelarnya musda, kata Giri --sapaannya--, Ketum Golkar Airlangga Hartarto sudah memberikan amanat agar kedua kubu yang bertarung menjaga kondusivitas. "Kedua belah pihak, yaitu Ade Puspitasari dan Nofel Saleh Hilabi menyetujuinya. Kedua pihak dipersilahkan untuk merebut dukungan para Pengurus Kecamatan (PK)," ucap Giri yang juga Plt Ketua Golkar Bekasi dalam keterangannya, Senin (1/11/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat musda berlangsung, sambung Giri, pihak Nofel merasa tidak diberi ruang cukup untuk masuk arena. Kubu Nofel pun disebut membawa pasukan pengamanan dari pihak luar.
"Saya bilang, kalau mau masuk di musda, tidak perlu pengamanan luar karena di dalam pun ada pengamanan internal. Akhirnya Nofel dan sejumlah timnya bisa masuk. Saat pembukaan, saya sampaikan bahwa Ketum (Airlangga Hartarto) meminta menjaga kondusivitas, tidak boleh ada benturan karena Golkar sedang bagus," ujarnya.
Giri mengaku tak sampai selesai mengikuti gelaran musda itu. Setelah pembukaan, dirinya bertolak ke Jakarta. Namun sebelum bergeser, Giri sudah memastikan kondisi musda kondusif kepada steering committee dan Ketua penyelenggara musda.
Namun, Giri mendapat informasi bila ada protes dari kubu Nofel. Kabar berikutnya dia terima kubu Nofel berencana menggelar musda di tempat lain yaitu Hotel Horison, Kota Bekasi. Menurut Giri, Nofel mengklaim telah mendapat persetujuan dari Sekretaris DPD Partai Golkar Jabar Ade Ginanjar.
"Saya tegaskan, bukan saya yang mengizinkan melaksanakan musda di tempat lain. Memang penanggung jawab organisasi itu adalah ketua, sekretaris, dan bendahara. Kebetulan dari DPD Jabar tidak hadir. Kemudian Plt itu saya, sekretaris tidak ada. Ketika butuh diskusi untuk memutuskan yang terbaik, saya harus memutuskan sendiri. Akhirnya saya berimprovisasi sendiri," tutur Giri.
Giri kemudian diminta hadir ke musda versi Hotel Horison. Melalui pertimbangan khusus, dia akhirnya datang ke lokasi. Sebab, massa musda menyebut tidak akan bubar bila Giri tak hadir.
"Pas saya sampai, mereka euforia, saya disuruh menutup musda. Saya sih normatif. Saya persilakan karena sudah ada petunjuk dari Jabar. Yang penting tidak ada gesekan, laksanakan sesuai aturan, uji materi di Mahkamah Partai. Lalu saya pulang," kata Giri.
Wakil Ketua Bidang Organisasi DPD Golkar Jabar Achmad Hidayat menambahkan berdasarkan arahan pimpinan dan AD/ART yang mengatur tata cara musda, partai berlambang pohon beringin ini membuka ruang demokrasi yang luas bagi semua pihak. Namun karena di lokasi musda kurang kondusif,kata dia, dan dikhawatirkan terjadi bentrokan yang berujung pada korban, berdasarkan arahan pimpinan dibuatlah kanalisasi politik. Terlebih kedua kubu sudah sulit untuk dipertemukan dalam satu forum.
"Daripada terjadi bentrok, maka musda diserahkan kepada mahkamah partai. Intinya kita akomodir kedua belah pihak, yaitu hak kader dan demokrasi yang tidak tercederai. Golkar Kota Bekasi tetap kondusif. Ini pilihan pahit dari yang lebih pahit. Kalau bentrok, maka Golkar akan jadi bulan-bulanan pihak lain," ujar Achmad.
Dia menuturkan sulitnya proses diperlihatkan saat Nofel ditolak melakukan pendaftaran, tidak ada verifikasi peserta dan penyelenggara yang boleh masuk hanya pendukung Ade Puspita. "Akibatnya kubu Nofel akan memaksa masuk forum musda untuk dapat memperjuangkan haknya. Di sini yang kita khawatir terjadi bentrokan. Artinya yang terjadi di Bekasi adalah demi menjaga nama baik Partai Golkar agar jangan sampai terjadi bentrokan," kata Achmad.