Perjuangan Egi, Sempat Akan Putus Sekolah-Berhasil Dirikan Sekolah Anjal

Hari Sumpah Pemuda

Perjuangan Egi, Sempat Akan Putus Sekolah-Berhasil Dirikan Sekolah Anjal

Bima Bagaskara - detikNews
Jumat, 29 Okt 2021 10:28 WIB
Guru honorer di Majalengka berhasil dirikan sekolah anak jalanan.
Guru honorer di Majalengka berhasil dirikan sekolah anak jalanan (Foto: Istimewa).
Majalengka -

Meraih Juara 1 Pemuda Pelopor Tingkat Nasional Bidang Pendidikan tahun 2020 jadi salah satu prestasi yang berhasil diraih Egi Trialogi, seorang guru honorer asal Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.

Prestasi itu merupakan buah kerja keras Egi dalam mendirikan sekolah anak jalanan (anjal) yang diberi nama Pustaka Raharja. Pria kelahiran Majalengka 7 Maret 1991 ini memang dikenal sangat peduli terhadap nasib anak jalanan.

Dengan segala keterbatasan yang ia miliki, Egi memberikan pendidikan gratis bagi anak-anak jalanan di Majalengka khususnya yang berada di sekitar tempat tinggalnya di Desa Pagandon, Kecamatan Kadipaten.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdirinya sekolah anak jalanan berawal dari perjalanan hidup Egi. Saat itu Egi yang baru lulus SMP tahun 2006, tidak ada niatan melanjutkan sekolah ke tingkat SMA. Hal itu didasari karena faktor ekonomi keluarga yang juga membuatnya harus pindah ke Tasikmalaya.

"Awalnya terus terang saya dilahirkan dari keluarga kurang mampu secara ekonomi. Keluar SMP 2006 saya tidak ada niatan lanjut sekolah karena keluarga tidak sanggup, untuk sehari-hari saja kekurangan. Jadi lulus SMP ke Tasik dan di sana baru ada niat sekolah sambil bekerja," kata Egi, belum lama ini.

ADVERTISEMENT

Selama di Tasik, Egi tinggal di rumah saudaranya. Ia juga harus bekerja untuk membayar biaya sekolah. Mulai dari penjaga wartel hingga menjadi kenek angkutan umum dilakoninya selama tiga tahun.

"2006-2008 jaga wartel, 2009 jadi kenek angkot sambil sekolah. Di Tasik kebetulan ada saudara jadi ikut saudara disana. Begitu lulus tahun 2009, saya pulang ke Majalengka," ucapnya.

Pulang ke Majalengka, Egi diminta kedua orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Berbekal uang sisa yang dimiliki saat bekerja di Tasik, Egi kemudian mendaftar di Universitas Majalengka (UNMA).

"Saat pulang waktu itu masih punya uang Rp 700 ribu dan orang tua nyuruh lanjut kuliah di UNMA. Di UNMA ambil jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Selama kuliah saya sering dari rumah di Maja ke kampus itu jalan kaki karena tidak punya uang. Itu jaraknya lumayan ada 20 Km lebih," ujarnya.

Simak juga 'Aice & Kemendikbud Bagikan 2 Juta Masker untuk Sekolah Tatap Muka':

[Gambas:Video 20detik]



Lulus kuliah di tahun 2016, selanjutnya mengajar di MTs 6 Majalengka dan PKBM Miftahul Huda sebagai guru honorer. Saat itulah, ide awal untuk mendirikan sekolah anak jalanan muncul.

Egi menceritakan setiap pulang mengajar dan melintasi lampu merah Kadipaten, seringkali melihat kumpulan anak jalanan. Untuk diketahui, Egi saat itu tinggal di Kadipaten setelah menikah pada tahun 2014.

"Setelah saya lulus saya ngajar dan tiap kali pulang saya sering lewat lampu merah Kadipaten disana banyak anak jalanan. Saya ingin tahu kenapa mereka sampai seperti itu. Setiap hari saya coba mendekati mereka pelan-pelan akhirnya saya tau kalau hidup di jalanan itu sebenarnya bukan pilihan mereka," kata Egi.

Tidak mudah bagi Egi untuk mendekatkan diri dengan anak jalanan. Ia harus bisa menarik perhatian anak jalanan yang salah satu caranya adalah dengan membawakan makanan setiap ingin bertatap muka.

"Pendekatan dengan anak-anak jalanan itu bisa dibilang susah-susah gampang. Awalnya saya mendekati mereka ketika datang ke tempat mereka saya kadang bawa nasi bungkus, nasi kotak apapun makanan itu sambil ngobrol. Jadi memberi perhatian mereka," kata dia.

Upaya Egi itu rupanya disambut baik oleh anak-anak jalanan. Barulah di akhir tahun 2017, ia memutuskan untuk membuka sekolah dan memberikan pelajaran baik ilmu pengetahuan maupun keterampilan bagi anak jalan.

Di bawah naungan Yayasan PKBM Miftahul Huda, Egi menampung anak jalanan baik yang memiliki identitas maupun tidak. Untuk yang memiliki identitas, nantinya bakal mendapat ijasah paket, sementara untuk yang tidak memiliki identitas akan mendapat sertifikat.

"Di sekolah ini ada 2 fasilitas, bagi yang administrasi lengkap mereka dapat ijasah, saya kerjasama dengan pendidikan kesetaraan dengan PKBM, jadi sekolah di anak jalanan dan legalisasi pakai paket B atau C," jelasnya.

"Lalu yang tidak punya administrasi saya fasilitasi dengan keterampilan. Jadi mereka tidak dapat ijasah tapi dapat sertifikat keterampilan. Yang sudah ada tata boga, budidaya ikan, konveksi, tata rias dan ekraf," katanya menambahkan.

Tidak mudah bagi Egi untuk mendirikan sekolah dan menjadi guru bagi anak jalanan. Masalah biaya jadi salah satu kendala yang ia hadapi. Dalam setahun setidaknya uang sebesar Rp 52 juta harus tersedia untuk operasional sekolah anak jalanan.

Kondisi tersebut membuat Egi tak jarang harus menggunakan uang pribadinya. Bahkan ia pernah menjual kalung emas anaknya hanya untuk memenuhi kebutuhan operasional sekolah. Untungnya istri Egi mendukung penuh apa yang dilakukan suaminya itu.

"Istri itu luar biasa mendukung. Pernah suatu hari mau ada kegiatan anak jalanan dan saya tidak pegang uang sama sekali, istri tau itu. Lalu dia ngajak saya ke pasar buat jual kalung anak saya. Jadi uangnya buat kegiatan itu," ungkapnya.

Meski namanya sekolah anak jalanan namun proses pembelajaran tidak dilakukan di dalam ruangan. Egi justru mendatangi langsung tempat berkumpul anak-anak jalanan tersebut.

"Untuk tempatnya sementara ini kalau misalkan hari Sabtu Minggu itu di PasarKadipaten. Hari Jumat kita ada kegiatan pembinaan mental dan kreativitas. Senin+ Kamis itu kami kasih waktu mereka buat aktivitas masing-masing,"ucapnya.

Saat ini setidaknya ada 47 anak jalanan yang ikut sekolah dengan Egi. Beberapa anak jalanan juga telah lulus dan saat ini banyak yang sudah bekerja di berbagai tempat seperti pabrik garmen hingga membuka usaha sendiri.

Ia tidak sendiri dalam memberikan pelajaran kepada anak-anak itu, Ia dibantu belasan orang lain yang secara sukarela menyumbangkan tenaga untuk mengajar anak jalanan.

Meski sekolahnya telah berdiri sekitar 4 tahun, namun Egi masih memiliki mimpi yang belum terwujud. Ia mimpi bisa memiliki rumah singgah sebagai tempat belajar yang sekaligus dijadikan tempat tinggal anak jalanan.

Ia pun berharap adanya perhatian dari pemerintah untuk setidaknya bisa menyediakan tempat yang nantinya digunakan sebagai rumah singgah anak jalanan.

"Saya ingin punya rumah singgah. Karena sekolah anak jalanan ini dari 2017 sampai sekarang terus terang tidak pernak memakai uang pemerintah atau swasta jadi murni uang pribadi, keluarga dan teman-teman. Kenapa saya mau rumah singgah karena mereka sangat butuh dan banyak yang tidak memiliki tempat tinggal," harapnya.

Perlu diketahui, Egi sendiri saat ini sedang berada di Jakarta. Ia diminta untuk menjadi juri di ajang Pemuda Pelopor Tingkat Nasional tahun 2021. Egi mengaku bangga dengan apa yang telah Ia lakukan hingga sekarang.

"Sekarang jadi juri Pemuda Pelopor Tingkat Nasional. Saya tidak menyangka, dari tahun 2020 kemarin sebagai juara komunikasi dengan temen-temen di Kemenpora itu jalan terus. Kemarin itu ada dari Kemenpora nama saya direkomendasikan jadi juri. Alhamdulillah bagi saya suatu kebanggaan tersendiri," tutup Egi.

Halaman 2 dari 3
(mso/mso)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads