Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Bandung mendapatkan laporan bahwa pernikahan anak di bawah umur meningkat pada saat Pandemi COVID-19 melanda.
Kepala DP2KBP3A Muhammad Hairun menuturkan, dalam tiga tahun terakhir angka pernikahan anak di bawah umur terus mengalami peningkatan. Dua tahun pandemi, angka tersebut justru terus naik.
"Data yang kami terima dari Kementerian Agama, datanya cenderung meningkat," ucap Hairun saat dihubungi detikcom, Senin (25/10/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengungkapkan, pada tahun 2019 tercatat ada 443 pernikahan. Kemudian pad tahun berikutnya mengalami peningkatan menjadi 669 pernikahan. Di tahun ini hingga bulan Juli, sudah tercatat ada 600-an pernikahan.
"Ini data yang terdaftar oleh kemenag loh ya, belum yang tidak terdaftar atau nikahnya di bawah tangan," ucapnya.
Hairun menuturkan, pandemi menjadi salah satu penyebab terjadinya pernikahan dini. Di mana, di saat Pandemi kali ini, banyak orang yang memiliki masalah secara ekonomi dan terpaksa menikahkan anaknya.
"Kemudian, saya sampaikan bahwa ada kendala karena COVID 19. Karena memang beban (biaya) keluar cukup tinggi, anak juga kadang jadi beban karena tidak sekolah dan tidak bekerja. Maka orang tua memilih menikahkan anaknya, cenderung faktor ekonomi," ucapnya.
Selain faktor tersebut, pihaknya masih menemukan adanya faktor budaya dan pendidikan orang tua yang tidak mengetahui risiko menikah di bawah umur.
"Perempuan sudah 18 tahun belum ada yang lirik, kadang orang tua beranggapan sudah gelisah, antara gak laku atau jomblo, begitulah. Kemudian, karena faktor lingkungan, di lingkungan banyak yang sudah menikahkan, ini belum. maka kan itu juga memicu," ucapnya
"Selain itu, pemahaman di dalam keluarga terkait hal ini juga masih rendah. Pola asuh di dalam keluarga menjadi salah satu penentu juga. Ada juga yang kecelakaan (hamil di luar nikah)," ungkapnya.
Pihaknya pun mencoba membuat program Bedas Sapujagat. Di mana di dalamnya mencoba untuk mengubah faktor hulu dan hilirnya dari terjadinya pernikahan dini.
"Karena ini kan jadinya lintas sektor. Kami mencoba untuk mengubah pola asuh di keluarga, kemudian memberikan pendidikan lewat dinas pendidikan, sektor agama dan kesehatan," ucapnya.
"Harapan minimal masyarakat memahaminya, maksimalnya dapat menurun angka pernikahan dini di Kabupaten Bandung," ungkapnya.