Sebuah menara peninggalan Hindia Belanda tampak di kawasan kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) Jatinangor, Sumedang. Menara tersebut oleh warga sekitar dinamai Menara Loji.
Menara yang dibangun sekitar tahun 1800-an itu masih berdiri kokoh hingga kini. Menara tersebut menjadi saksi geliat perkebunan teh dan karet di kawasan Jatinangor saat dulu kala.
Bangunan peninggalan masa Hindia Belanda di Indonesia terkenal dengan kekokohannya. Begitu pun dengan Menara Loji yang telah berusia sekitar dua abad ini. Lalu apa rahasia kekokohan dari Menara Loji?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada yang unik saat detikcom mengamati bangunan tersebut. Dari beberapa bagian kecil dindingnya yang terkelupas terlihat dari luar bahwa dinding Menara Loji menggunakan bata merah dan batu kali yang disusun sedemikian rupa dengan dilapisi adukan berwarna kemerahan.
![]() |
Dari warna adukan dan teknik pembuatan dinding seperti itu, jarang ditemui pada model rumah-rumah zaman sekarang. Dimana untuk dinding, biasanya hanya menggunakan bata merah atau batako lalu direkatkan oleh adukan dari campuran semen dan pasir.
Pakar Arsitektur ITB Sugeng Triyadi mengatakan bangunan peninggalan Hindia Belanda di Indonesia rata-rata memiliki konstruksi bangunan yang sangat kuat dan awet.
Terkait Menara Loji, kata Sugeng, menara tersebut memakai struktur dengan model struktur dinding pemikul. Struktur itu digunakan agar beban bangunan disalurkan ke seluruh dinding bangunan untuk kemudian diteruskan ke bagian fondasi bangunan dan tanah.
"Makanya dinding dibuat tebal atau bangunan ini memiliki dimensi struktur yang relatif besar," terang Sugeng saat dihubungi detikcom, Selasa (12/10/2021).
Struktur dinding pemikul ini, kata Sugeng, selain untuk menyalurkan beban ke seluruh bagian dinding hingga fondasi dan tanah, juga untuk mengantisipasi jika terjadi gempa.
"Struktur dinding seperti itu juga untuk mengantisipasi jika gempa terjadi," kata Sugeng.
Adapun untuk penggunaan material bangunannya, lanjut Sugeng, para arsitektur Belanda menggunakan batu kali dan batu bata merah yang diikat dengan campuran adukan pasir, kapur, batu bata merah yang dihaluskan dengan ditambah trass. Begitupun untuk plester dindingnya dengan menggunakan bahan adukan yang sama.
"Bahan adukan itu berkontribusi pada kekuatan bangunan, sehingga Menara Loji bisa berdiri sampai sekarang," ujarnya.
Sugeng menambahkan model adukan seperti itu saat ini sudah jarang digunakan lantaran material yang dibutuhkan seperti bata merah yang dihaluskan dan kapur cukup sulit didapat.
"Kalau sekarang untuk bangunan dicari simplenya, karena sudah ada semen maka cukup pakai semen dan pasir saja, kalau dulu komposisinya sepert itu," pungkasnya.
Sekadar diketahui, Menara Loji adalah bangunan peninggalan Hindia Belanda yang berfungsi sebagai pengingat jam kerja bagi para pekerja diperkebunan teh dan karet miliknya Wilhelm Abraham Baud (1816-1879).
Di bagian atas Menara Loji dulunya terdapat sebuah lonceng yang akan dibunyikan saat dimulai atau selesainya waktu bekerja. Dalam catatan arsip Belanda, Wilhelm Abraham Baud merupakan putra dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jean Chretien Baud (1789-1859).
W.A Baud mengelola sejumlah perusahaan perkebunan diantaranya perusahaan Bolang (Bogor), Pabrik gula Ketegan (Surabaya), Soekodono (Probolingo), Pamegatan (Priangan Timur), Carenang (Cirebon) dan Perusahaan teh dan karet Jatinangor dan Cikajang (daerah Priangan).
Perusahaannya itu dinamakan Maatschappij tot Exploitatie der Baud-Landen yang berdiri tahun 1841. Lahan perkebunan di Jatinangor sendiri kala itu memiliki luas yang mencapai 962 hektar.
(mso/mso)