Kemiskinan Ekstrem di Kuningan Tinggi, BPS Ungkap Dugaan Penyebabnya

Kemiskinan Ekstrem di Kuningan Tinggi, BPS Ungkap Dugaan Penyebabnya

Bima Bagaskara - detikNews
Jumat, 01 Okt 2021 13:41 WIB
Sejumlah warga beraktivitas di kawasan kolong Tol Wiyoto Wiyono, Papanggo, Jakarta Utara, Rabu (17/3). Menurut data BPS jumlah warga miskin di Indonesia meningkat lebih dari 2,7 juta jiwa akibat pandemi COVID-19.
Ilustrasi potret kemiskinan di Indonesia. (Foto: Pradita Utama/detikcom)
Kuningan -

Tingginya tingkat kemiskinan ekstrem di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, mendapat sorotan serius dari pemerintah pusat. Tercatat, kemiskinan ekstrem di Kuningan mencapai 6,36 persen dengan jumlah penduduk miskin ekstrem 69.090 jiwa.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Kuningan meningkat dari yang tadinya 11,42 persen di tahun 2019, naik 1,41 persen atau menjadi 12,82 persen di tahun 2020.

"Dari tahun 2019 ke 2020 itu jumlah penduduk miskin di Kuningan naik 16.000 jiwa. Ini sebenarnya tidak seberapa dibanding dengan Bogor. Tapi masalahnya terkait persentase itu begitu tinggi, dimana penduduk Kuningan hanya 1,1 juta," kata Kasi Kordinator Fungsi Analisis Statistik BPS Kuningan Asep Hermansyah saat ditemui detikcom, Jumat (1/10/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Artinya kemiskinan naik karena persentasenya tinggi. Sehingga itulah kenapa Kuningan disebut tingkat kemiskinan ekstremnya tinggi," sambungnya.

Menurut Asep, faktor kesenjangan sosial di masyarakat bisa dikatakan menjadi penyebab kemiskinan ekstrem meningkat. Ia mencontohkan, rata-rata penduduk miskin di Kuningan hanya bersekolah tidak lebih dari tingkat SMP.

ADVERTISEMENT

Selain itu, partisipasi anak usia 13-15 tahun yang semestinya wajib bersekolah hanya di angka 85,84 persen dari standar minimalnya yakni 95 persen.

"Penduduk miskin di Kuningan rata-rata sekolahnya tidak lebih dari SMP. Jadi apa yang bisa membuat dia bersaing di dunia kerja ketika lulusannya saja hanya SMP. Kemudian hanya 85,84 persen anak 13-15 tahun yang sekolah. Kalau di sebuah daerah yang baik itu minimal 95 persen," tutur Asep.

Kondisi tersebut diperparah dari banyaknya penduduk miskin di Kuningan yang saat ini berstatus tidak bekerja yang persentase mencapai 58,63 persen. "Terus yang pengangguran penduduk miskin kita itu 58,63 persen. Lah sudah nggak punya pendidikan bagus, kerja juga tidak. Logikanya apa yang bisa didapat sama penduduk seperti itu," ujarnya.

Tidak hanya masalah kesenjangan sosial, Asep juga memiliki pandangan tersendiri terkait tingkat kemiskinan ekstrem yang terjadi di kota kelahirannya itu. Ia menjelaskan banyak warga Kuningan yang terpaksa kembali ke kampung halaman karena terusir dari daerah rantau.

Kondisi tersebut membuat sebagian besar mereka yang pulang kampung mulai bekerja sebagai petani dan justru berhasil membuat Kuningan menjadi swasemba beras di tahun 2020 karena hasil panennya yang surplus 15 persen.

"Ini berdasarkan catatan saya pribadi, ketika COVID-19 orang Kuningan yang merantau di kota besar itu mereka tidak bisa berdagang lagi dan mereka pulang ke Kuningan. Kemudian mereka bertani karena lahan masih banyak," kata Asep.

"Dengan mereka bertani sebenarnya ini sebuah keberhasilan kata saya, kenapa? Karena tahun 2020 Kuningan yang tadinya kurang pasokan beras jadi swasembada beras," tutur dia menambahkan.

Sayangnya, keberhasilan petani Kuningan dengan hasil panen yang melimpah itu, kata Asep, tidak mendapat dukungan dari pemerintah. Itu karena banyaknya bantuan berupa beras yang diberikan pemerintah membuat daya beli beras menurun.

"Tapi ternyata ketika pandemi terjadi bantuan pemerintah bentuknya adalah beras. Jadi akhirnya penduduk nggak mau beli beras, kenapa? Karena sudah disuplai pemerintah. Dan yang terjadi apa, petani kita nggak bisa jual beras," ucap Asep.

Kondisi itulah yang kemudian menurut Asep semakin membuat tingkat kemiskinan ekstrem di Kuningan menjadi tinggi. Oleh sebab itu, Ia meminta kepada pemerintah pusat agar membuat kebijakan khusus ketika ingin memberi bantuan beras kepada masyarakat untuk membeli beras dari petani lokal.

"Untuk pemerintah pusat saran saya untuk daerah yang surplus beras ambil kebijakan pemberian bantuan beras kepada rakyat miskin itu wajib berasnya diambil dari petani lokal. Itu yang tidak dilakukan masalahnya," ujar Asep.

Halaman 2 dari 2
(bbn/bbn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads