Karawang -
Makam Raden Adipati Singaperbangsa, Bupati Karawang pertama banyak dikunjungi oleh para peziarah. Selain itu sejumlah mitos turut mengiringi kesakralan makam tersebut.
Juru kunci makam Cahya Permana mengungkapkan banyak mitos yang berkembang di makam keramat Adipati Singaperbangsa Karawang. Beberapa mitos tersebut diakuinya lahir dan berkembang turun-temurun dari para leluhur.
"Banyak kang mitos yang berkembang di sini, dari mitos buaya bodas (putih), bunyi lesung, larangan memakai baju hitam, tidak boleh membangun rumah bertingkat, dan kisah Ayam peliharaan Bupati Singaperbangsa," katanya saat diwawancarai di Makam Keramat Adipati Singaperbangsa, Desa Manggungjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang, belum lama ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Mitos Buaya Putih
Mitos ini dikatakan Cahya, berkembang berawal dari kisah para petani di sekitaran Makam keramat, yang mengakui menjadi pertanda bakal datangnya banjir besar di Karawang.
"Jadi kalau mitos Buaya Putih itu dikisahkan oleh petani di sekitaran Makam, katanya kalau melihat sosok buaya itu akan terjadi banjir besar di Karawang dan itu terjadi pada tahun 2018, ketika seorang petani geger melihat sosok buaya putih dan kemudian terjadi banjir," ungkapnya.
2. Bunyi Lesung
Kemudian, Cahya mengisahkan mitos adanya bunyi Lesung sebuah alat tradisional dalam pengolahan padi atau gabah menjadi beras, terbuat dari kayu berbentuk seperti perahu berukuran kecil dengan panjang sekitar 2 meter, lebar 0,5 meter dan kedalaman sekitar 40 cm.
"Jadi kalau mendengar bunyi lesung kata leluhur di sini berarti bakal ada bala bencana yang hadir, kalau saya belum pernah mendengarnya, tapi mitos itu memang masih melekat kisahnya," ungkapnya.
3. Larangan Memakai Baju Hitam
Selain itu, di sini sempat leluhur dulu melarang memakai baju berwarna hitam, tapi saat ini sudah tidak digunakan lagi.
"Jadi para leluhurSingaperbangsa dulu melarang memakai baju hitam itu diambil dari kisah perseteruan antara kelompokSingaperbangsa dan AriaWirasaba yang konon sempat berseteru saat masa kolonial Belanda karena adanya politik adu domba yang dilakukan penjajah, hingga dua kubu pejuangKarawang dariSingaperbangsa dan AriaWirasaba berseteru dan karena kelompok AriaWirasaba memakai baju hitam jadi dilarang di area ini, tapi hal itu akhirnya luntur dan tidak dipakai lagi di sini, karena menimbulkan sentimen perpecahan," terangnya.
Simak juga 'Mengenal Sejarah Goyang Karawang yang Lekat Dinilai Erotisme':
[Gambas:Video 20detik]
4. Tidak Boleh Membangun Rumah Bertingkat
Untuk mitos ini, diakui juru kunci masih bertahan hingga saat ini, dan memiliki pesan bahwa membangun rumah tingkat menyimbolkan sebuah kesombongan.
"Kalau di sekitaran Makam terkenal dan masih melekat yakni tidak boleh bangun rumah bertingkat, kecuali pesantren, kata para orang dulu katanya mitos ini merupakan pesan yang tersirat dari Singaperbangsa kepada masyarakat agar tidak boleh sombong," katanya.
5. Ayam Jago Peliharaan Singaperbangsa yang Banyak Diburu
Satu lagi mitos yang berkembang adalah soal Ayam Jago Ciparage peliharaan dari Bupati Singaperbangsa yang sangat langka dan banyak diburu oleh pecinta tarung ayam jago, karena dinilai memiliki kekuatan saat beradu tarung.
"Dulu nama kampung yang saat ini jadi makam keramat Bupati Singaperbangsa merupakan 'Lembur Ciparage' dan Singaperbangsa memelihara ayam jago, kalau jenisnya itu seperti ayam jago jali, dan dikenal kuat dan tangguh saat beradu tarung," katanya.
Dari informasi yang didapat, kompleks Makam Keramat Raden Adipati Singaperbangsa ini masuk dalam cagar budaya Karawang, dengan luas 2 hektar lebih dengan memiliki fasilitas masjid, pendopo untuk kegiatan, lahan parkir, juga 7 makam, yakni makam utama Bupati Karawang Pertama R. Adipati Singaperbangsa, Bupati Kedua Raden Anom Wirasuta (Panatayuda 1), Bupati Ketiga Raden Jaya Negara (Panatayuda 2), Bupati Keempat Raden Marta Negara, Bupati Kelima Raden Moch Soleh, Bupati Keenam Raden A.A Singasari dan Bibi dari Adipati Raden Singaperbangsa ibu Siti Amsiyah.
Komplek makam ini dijaga oleh 3 juru kunci, selama 24 jam nonstop selama seminggu, dan pengunjung yang datang lebih banyak untuk berziarah.
"Kebanyakan untuk berziarah dan tawasulan, dulu itu pengunjung bisa sampai 300 atau 400 sehari tapi saat pandemi ini sehari tidak lebih dari 10 orang, pengunjung yang datang dari berbagai daerah bahkan berbagai agama juga datang, katanya dapat pesan suruh ke makam Singaperbangsa dan berdo'a," terangnya.
Di akhir wawancara ia berharap masyarakat bisa menjaga semangat perjuangan Singaperbangsa melawan penjajah, dan juga melestarikan makam ini dengan tidak mengkultuskannya.
"Saya berharap semangat Singaperbangsa ini bisa menjadi nilai inspirasi bagi masyarakat, dan menjaga kelestarian makamnya tanpa mengkultuskannya untuk mencari wangsit untuk mencari kekayaan, dan hal lainnya yang menimbulkan kemusyrikan," tandasnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini