Seni wayang wong Cirebon atau wayang orang sempat mati suri selama 25 tahun. Di tengah pandemi COVID-19, kesenian wayang wong mencoba bangkit.
Sanggar Seni Setiya Negara, salah satu sanggar wayang wong tertua di Cirebon tengah berupaya membangkitkan kesenian asal masyarakat wilayah pantai utara (Pantura) Jawa Barat ini.
Sanggar Setiya Negara berlokasi di Desa Suranggela Lor, Kecamatan Suranenggala, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Sekadar diketahui, sanggar ini merupakan warisan dari maestro wayang wong, yang juga dikenal sebagai seniman serbabisa yakni Mama Kandeg. Dua tahun lalu, cucu dari Mama Kandeg, Wawan Dinawan terketuk hatinya untuk membuka kembali aktivitas di Sanggar Setiya Negara. Wawan tetap optimis bisa menghidupkan kembali wayang wong. Meski kondisi sanggar sangatlah memprihatinkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah kembali dibuka, aktivitas di sanggar wayang wong tertua itu mulai ramai. Wawan mengaku melatih sekitar 130 murid. Tak hanya wayang wong, Wawan bersama guru seni lainnya mengajarkan tari tradisional dan kreasi. Sayangnya, aktivitas di sanggar kini terganggu. Sebab, bangunan atap sanggar ambruk karena usia. Atap sanggar mengalami pelapukan. Beruntung tak ada korban dalam kejadian itu.
"Awal ambruk itu sebenarnya Juli. Waktu sore, saat anak-anak sedang latihan. Mereka pada lari dan nangis," kata Wawan saat berbincang dengan detikcom di sanggarnya, Senin (27/9/2021).
Wawan menceritakan ada dua titik atap bangunan yang tak bisa menahan genting. Hingga akhirnya ambruk. Tak ingin kejadian serupa terjadi, Wawan bersama rekannya mengambil genting yang masih tersisa. Hal itu dilakukan untuk mengurangi beban. Selain itu, ia berupaya menyelamatkan material bangunan.
"Sayang gentingnya kalau rusak. Tapi, setelah kita ambil gentingnya. Bagian depan sanggar ada yang rusak lagi," ucap Wawan.
Sanggar Setiya Negara kita tak memiliki atap. Tiang penyangga bangunan yang sudah lapuk pun dibiarkan menganga, tak menyangga pada bagian bangunan. Banyak bagian tembok yang retak. Di tengah kondisi yang miris itu, Wawan memutar otak agar tetap bertahan melestarikan wayang wong. Ia mendapat tawaran untuk memakai bangunan milik orang tua muridnya sebagai tempat latihan. Wawan mengamini tawaran itu.
"Sempat pindah latihan. Cuma tiga minggu. Saya tak enak, khawatir mengganggu lingkungan sekitar. Kita di situ hanya menumpang," ucap Wawan.
Hatinya mengaku sakit. Upayanya yang mencoba membangkitkan seni wayang wong terhalang kondisi sanggar yang memprihatinkan. Wawan tak menyerah. Ia berunding dengan orang tua murid. Hingga akhirnya memutuskan untuk tetap menggunakan sanggar. Kendati kondisinya mengancam keselamatan murid dan seniman.
"Ada beberapa murid, atau anak-anak yang sengaja libur. Ya tidak diizinkan karena membahayakan. Sanggar kondisinya begini. Ada juga yang masih tetap latihan," kata Wawan.
"Awal pertama buka yang belajar di sini itu 70 murid. Tahun ini sudah 130 murid. Tapi, karena kondisi sanggar memprihatinkan dan membahayakan. Yang berangkat itu 20 persennya," kata Wawan menambahkan.
Setiap kali latihan, Wawan dan guru seninya khawatir dengan keselamatan muridnya. Sebab, mereka berlatih dalam bayang-bayang reruntuhan.
"Sanggar ini adalah paling utama. Batin saya menangi. Kalau saya merantau lagi untuk membangun sanggar, nanti siapa yang mengurus dan mengelola sanggar," ucap Wawan sembari mengelus dada.
Wawan berharap Pemkab Cirebon bisa membantu membangkitkan seni wayang wong. Selama ini, Wawan mengaku tak pernah digandeng oleh Pemkab Cirebon. Kini ia menanti Pemkab Cirebon terjun langsung melihat kondisi sanggar tertua yang kini ambruk dimakan usia.
"Tidak pernah ada obrolan dengan Disbudparpora. Sebelum ambruk, hingga ambruk pun belum ada (obrolan). Saya siap menunjukkan SK dan lainnya," kataWawan.