Menapaki Konsistensi Bambang Samsudin, Seniman Angklung di Sumedang

Menapaki Konsistensi Bambang Samsudin, Seniman Angklung di Sumedang

Nur Azis - detikNews
Minggu, 19 Sep 2021 10:27 WIB
Bambang Samsudin tengah memainkan angklung bernada diatonis di studio miliknya
Bambang Samsudin tengah memainkan angklung bernada diatonis di studio miliknya (Foto: Nur Azis)
Sumedang -

Alat musik angklung telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia kategori Tak Benda oleh UNESCO pada 2010 silam. Maka sepantasnya alat musik tradisional khas Jawa Barat ini, kelestariannya harus tetap dijaga.

Seperti yang dilakukan oleh Bambang Samsudin (59) warga Sumedang yang hingga kini masih konsisten mengajarkan alat musik angklung Padaeng atau angklung dengan nada diatonis.

Melalui metode KodΓ‘ly (pembelajaran musik yang menggunakan gerakan anggota tubuh sebagai simbol suatu nada dalam mengenal nada; Do,Re, Mi, Fa, Sol, La, Si), Bambang dengan tekun mengajarkan kepada para pelajar dari mulai setingkat SD hingga SMA/SMK Sederajat bahkan ke masyarakat umum lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya ajarkan dengan metode kodaly karena dengan metode ini mempermudah siapa saja yang ingin belajar seni angklung dalam nada diatonis," ungkapnya saat ditemui detikcom di studio miliknya pada Jumat (17/9/2021) sore.

Bambang mengaku mulai menekuni kesenian angklung dari sejak 1982 saat dirinya mengajar beberapa sekolah setingkat SD hingga SMA di Kota Bandung. Mendalami kesenian angklung, baginya sudah menjadi hobi.

ADVERTISEMENT

"Hobi sampai sekarang masih ngajar angklung, inilah modal karya saya, mengajarkan angklung," ujar Bambang yang cukup mahir juga memainkan alat musik kecapi, keyboard, guitar dan juga menyanyi keroncong.

Alat musik angklung dan metode pembelajaran kodaly, ia pelajari secara otodidak. Ia yang awalnya tinggal di Kota Bandung, kerap mencari beberapa sumber referensi dari buku berikut mengunjungi beberapa tempat-tempat kesenian angklung termasuk Saung Angklung Udjo yang terbilang masih ada hubungan saudara jauh.

"Saya pelajari dari mana saja, dari buku, mengunjungi Saung Angklung Udjo dan tempat-tempat kesenian lainnya di Bandung dan Sumedang," terangnya.

Alat musik angklung akan lebih mudah dipelajari dengan metode kodaly. Sebab, alat musik angklung tidak bisa berdiri sendiri melainkan harus dimainkan secara bersama-sama. Dengan metode tersebut, orang awam sekalipun bisa memainkannya. Bambang menjadi salah satu seniman yang faham akan metode tersebut.

"Dengan metode kodaly anak-anak sekalipun yang tadinya sulit belajar alat musik jadi bisa bersama-sama memainkan angklung," ujarnya.

Bambang mengaku mulai mengajar di kota yang terkenal dengan sebutan puseur budaya Sunda ini, sejak kepindahannya dari Kota Bandung pada 2003. Lewat keahliannya itu, beberapa sekolah di Sumedang telah merasakan ilmu angklung darinya.

Bahkan, salah satu sekolah setingkat SMP di Sumedang pernah meraih juara se-Jawa Barat dalam kategori Kreativitas Terbaik saat membawakan kesenian angklung.

"Madrasah Tsanawiyah Al Furkon dengan kesenian angklungnya pernah menjadi juara kategori kreativitas terbaik se-Jawa Barat," katanya.

Dari pengalaman mengajar angklung tersebut, ia pun mulai dikenal sebagai seniman angklung di Sumedang. Sejak berhenti mengajarkan angklung ke sekolah-sekolah pada 2010, ia kini lebih konsen mengajarkan angklung kepada masyarakat secara umum di studio miliknya yang berlokasi tidak jauh dari kantor Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Sumedang.

Baginya, alat musik angklung memiliki filosofis tersendiri dibanding alat musik lain. Selain diperlukan kedisplinan, alat musik angklung juga mengajarkan tentang sifat gotong royong dan bekerja sama, selain alat musik tersebut merupakan alat musik warisan leluhur Indonesia.

"Saya suka bunyi bambu, bambu punya suara berbeda yang tidak bisa di tiru teknologi, angklung punya filosofis yang tidak bisa dimiliki musik lain karena angklung tidak bisa berdiri," terangnya.

Bambang yang menikah dengan Irawati (44) dan telah dikarunia empat orang anak, diantaranya Alenia Ratu Syamira (17), Beliana Fasa Syamira (15), Zanaka Bambang Wibisana (13) dan Donaminati Syamira (9), kini selain mengajar kesenian angklung juga tengah fokus sebagai aranger musik di studio miliknya. Sejak pandemi Covid-19 melanda, studio angklung miliknya pun kini menjadi sepi aktivitas.

"Sekarang angklungnya tidak bunyi-bunyi akibat pandemi Covid-19," ujar Bambang sembari tersenyum.

Sekedar diketahui, alat musik angklung yang sebelumnya memakai tangga nada slendro, pelog atau madenda, semakin kaya sejak diciptakannya sebuah angklung varian modern bernada diatonis oleh Bapak Angklung Indonesia, yakni Daeng Soetigna pada 1938 atau kini dikenal dengan Angklung Padaeng. Angklung padaeng inilah yang mampu mendobrak tradisi, sehingga alat musik tradisional Indonesia mampu memainkan musik-musik Internasional.

Halaman 3 dari 2
(mud/mud)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads