Anggota DPRD Kota Bandung Folmer Siswanto M Silalahi menilai penegakan sanksi pemerintah terhadap pembuang sampah di sungai masih lemah. Tak aneh, sampah sungai masih jadi persoalan.
Diberitakan sebelumnya, tumpukan sampah ditemukan di aliran Anak Sungai Cikapundung yang berada di Jalan Laswi, Kota Bandung.
"Penegakan sanksi masih lemah, saya melihat bahwa di Perda kita tentang pengolahan sampah, itu ada saksi sosial dan administratif bagi warga Kota Bandung yang melanggar," katanya via sambungan telepon, Kamis (9/9/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Folmer mengungkapkan, untuk menerapkan sanksi sosial itu harus ada barang bukti bahwa masyarakat itu membuang sampah sembarangan ke sungai, pihaknya mengusulkan agar di beberapa lokasi yang kerap dijadikan tempat pembuangan sampah sembarangan dipasang CCTV.
"Itu nanti yang memantau bisa saja RW, RT nya, Linmasnya, kelurahan yang memantau itu. Mana kala mereka membuang sampah sembarangan itu ada dasar hukum untuk diberi sanksi, bisa saja saksi sosial, diumumkan, foto dipajang atau administrasi didenda," ungkapnya.
"Kalau itu ditegakkan masyarakat dengan sendirinya bakal disiplin," tambahnya.
Saat disinggung, terkait Program Kang Pisman (Kurangi Pisahkan dan Manfaatkan), Folmer menilai program tu tidak akan berjalan sempurna jika penegakan sanksi tidak ditegakkan. Selain itu, sosialisasi dan edukasi juga harus terus gencar dilakukan.
"Jadi Kang Pisman tidak bisa berdiri sendiri, harus ditunjang juga dengan penegakan sanksi kalau warga melanggar. Edukasi dan sosialisasi harus terus menerus dilakukan karena merubah budaya ini tidak bisa sekali dua kali, harus berkelanjutan," jelasnya.
Folmer menuturkan, tumpukan sampah tidak hanya terjadi di aliran Anak Sungai Cikapundung. Ada beberapa sungai yang mengalami hal yang sama. Namun menurutnya, terkait masalah sampah tidak hanya menjadi urusan pemerintah melainkan urusan bersama.
"Itu tanggungjawabnya tidak hanya pemerintah Kota Bandung tapi semua masyarakat juga. Terpenting dari itu semua sebelum kita melakukan pengelolaan sampah di Kota Bandung, karena pengelolaan sampah ada berbagai tingkatan ada pengurangan, ada pemilihan, kemudian pemerosesan akhir dan sebagainya," tuturnya.
Sekedar informasi, belum lama ini Kota Bandung baru memiliki Dokumen Rencana Induk Pengelolaan Sampah. Folmer menyebut, di dalam dokumen tersebut memiliki sistem atau masterplan dan rencana induk pengolahan sampah.
"Kalau di lapangan masih ada hal-hal yang belum tertangani dengan baik terkait pengelolaan sampah kita memahami bahwa itu ada kaitannya, karena selama ini kita belum memiliki sistem yang baku yang sesuai dengan kondisi karakter sampah di wilayah Kota Bandung," paparnya.
Menurut Folmer, dengan adanya Program Kang Pisman pengurangan sampah harus dilakukan sejak dari sumber. Program ini harus dilihat sebagai bentuk untuk menjaga agar timbulnya sampah di Kota Bandung tiap hari tidak meningkat secara drastis, karena seperti diketahui adanya penambahan penduduk dan aktivitas masyarakat berdampak pada timbulnya sampah yang makin meningkat.
"Kang Pisman ini akan berhasil kalau melibatkan semua elemen masyarakat. Pelibatan masyarakat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam pengolahan sampah di Kota Bandung ini tentu dimulai dari sumber atau dari rumah masing-masing," ujarnya.
Melalui Dokumen Rencana Induk Pengelolaan Sampah Folmer mengatakan, Pemkot Bandung harus menyiapkan tempat atau wadah dalam bentuk trash bag untuk memisahkan jenis sampah organik dan an organik.
"Ini usulan dari kami, setiap rumah tangga diberikan tempat sampah atau trash bag tadi, sehingga mereka tahu mana yang sampah organik dan anorganik," tuturnya.
"Pengangkutan sampah ke depan harus diatur, enggak bisa lagi hari ini saya buang, itu nanti dijadwalkan misal pengangkutan sampa hanya Senin, Rabu dan jumat. Diluar itu tidak akan diangkut oleh petugas kebersihan. Begitu Selasa, Kamis dan Sabtu sampah organik," tambahnya.
Folmer menyebut, bisa saja masyarakat yang membuang sampah sembarangan diakibatkan karena tidak diberi fasilitas atau tempat membuang sampah.
"Agar budaya masyarakat yang membuang sampah sembarangan berkurang, artinya kalau enggak ada wadah mau buang kemana, ini budaya buang sampah ada program ini kita dikasih wadah masa harus tetap buang sampah ke sungai, mudah-mudahan bisa merubah kebiasaan membuang sampah dan kita jadi tertib," ucapnya.
Folmer juga mengatakan, Program Kang Pisman juga harus disempurnakan, bahkan harus terintegrasi dengan Dokumen Rencana Induk Pengelolaan Sampah. Selain itu, TPS bukan tempat penampungan sementara lagi, ke depan harus ada pemerosesan, disitu terjadi pengurangan dan pemanfaatan lagi.