Dari pantauan detikcom, Rabu (25/8/2021) sesosok pria yang tergambar dalam mural tersebut berambut poni dan menggunakan baju kemeja berwarna putih. Terlihat sosok pria tersebut tengah berpose sambil memegang kening sebelah kanan.
Diperkirakan ukuran mural tersebut memiliki tinggi dua meter dengan lebar 2,5 meter. Mural tersebut berjejer dengan coretan grafiti lainnya.
Walau demikian, belum diketahui siapa pembuat mural tersebut, hanya ada tulisan 'Niskala' di kerah pria tersebut. Devi (38) warga yang kerap melintas di jalan tersebut memperkirakan mural tersebut sudah ada sejak satu bulan terakhir.
Kendati begitu, ia tidak tahu bagaimana proses pengerjaan mural tersebut. "Ya ada lah sekitar sebulanan kalau tidak salah, tapi kalau yang buatnya siapa dan kapan saya tidak tahu," ujar Devi saat berbincang dengan detikcom.
Begitu mendapat perhatian dari media, aparat pun kemudian bergerak untuk membersihkan gambar yang ternyata merupakan 'wheat paste' atau poster kertas yang ditempel di dinding dengan menggunakan lem aci.
Terlihat empat orang pria tengah membersihkan mural tersebut, mereka mengerik kertas dari dinding dengan menggunakan pisau pada Rabu sore. "Bahannya kertas ditempel pakai lem," ujar pria yang tengah membersihkan mural tersebut.
Bila tempelan kertas tersebut telah berhasil dibersihkan, nantinya dinding tersebut akan dicat. Di tengah pembersihan itu, tampak sejumlah personel kepolisian turut mengawasi proses pembersihan dinding.
Penyampaian Pesan di Dinding Sudah Ada Sejak Dulu
Dosen Komunikasi Visual Universitas Padjadjaran (Unpad) Teddy Kurnia menilai, secara historis dinding kerap dijadikan media ekspresi yang paling mudah dikonsumsi oleh publik. Bukan tak mungkin juga dinding digunakan untuk menyampaikan kritik sosial melalui gambar.
"Karena jalan itu jadi milik siapa pun, tergantung siapa yang bikin (isi pesannya) yang saya lihat mural itu sangat mungkin bertujuan untuk melakukan kritik sosial, hanya memang kalau lihat itu lebih ke street art, dan street itu lebih banyak kepada ungkapan kritis terhadap suatu fenomena," ujar Teddy saat berbincang dengan detikcom, Rabu (25/8/2021).
Menurut Teddy, cara setiap orang untuk mengungkapkan ekspresi atau opini berbeda-beda. Ada yang menyampaikan tulisan di koran, ucapan maupun visual.
"Ungkapan di dinding jalan itu memang ada dua, ada seni dan ada vandalisme, kalau vandalisme itu tujuannya tidak jelas, tapi kalau seniman jalanan punya tujuan tertentu entah kritik sosial atau meningkatkan image dia di portofolio," kata Teddy.
Sedianya, ujar Teddy, mural di dinding sebagai penyampai pesan telah digunakan sejak zaman purba. Ketika itu manusia gua kerap menggores batu untuk menggambarkan suatu keadaan. Masuk ke abad pertengahan, mural menjadi dekorasi bagi gereja atau gedung pemerintahan.
Pelukis Pablo Picasso pun pernah menyuarakan suara 'anti-perangnya' di Spanyol lewat muralnya yang fenomenal 'Guernica'. "Di zaman kemerdekaan juga kita juga Merdeka atau Mati itu kan diekspresikan di dinding, karena mereka (zaman perjuangan kemerdekaan) tidak punya media yang lain," pungkas Teddy.
Lihat juga video 'Heboh Mural 'Colek' Negara: Karyanya Dihapus, Pembuatnya Diburu':
(yum/ern)