Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat menerima banyak keluhan dari pengusaha di Jabar di masa PPKM Darurat.
"Apindo Jabar menerima banyak keluhan dari anggota Apindo di berbagai daerah. Keluhan tersebut terkait adanya penerapan PPKM dengan perbedaan persepsi tajam di lapangan," kata Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Minggu (22/7/2021)
Ning mengungkapkan, perbedaan kebijakan di setiap daerah di Jabar juga menjadi kendala bagi para pengusaha.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang pertama, misalnya penerapan 50% operasional di perusahaan esensial, kemudian karyawan yang hendak bekerja ( termasuk 50 persen dari yang harus masuk) terkena penyekatan dan tidak bisa menembus sekat tersebut, sehingga terpaksa balik kanan. Padahal karyawan tersebut sangat dibutuhkan kehadirannya," ungkapnya.
"Hal ini terjadi di beberapa tempat, misalnya di Depok dan Bogor. Jadi apa syarat mereka boleh melintasi sekat tersebut? Ini jadi ruwet, karena nggak diatur dengan jelas," tambahnya.
Selain itu, adanya perbedaan persepsi dalam kalimat INSTRUKSI MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 18 TAHUN 2021, untuk poin e dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal 50 persen staf hanya di fasilitas produksi/pabrik, serta 10 persen untuk pelayanan administrasi perkantoran guna mendukung operasional.
"Perusahaan banyak yang harus mengejar export, untuk mereka mampu membayar gaji karyawan di tengah situasi sulit ini. perusahaan ini juga sudah memiliki IOMKI dan mereka perusahaan esensial yang kemudian bekerja menerapkan dua shifts, di mana shift pertama 50 persen dan shift kedua 50 persen," ujarnya.
Perusahaan juga menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat. Dirinya menilai penerapan 50 persen : 50 persen itu harusnya tidak menjadi masalah karena tidak terjadi kepadatan karyawan dalam satu site dan satu waktu bersamaan.
"Lagi pula di dalam instruksi Mendagri tersebut, tidak dituliskan adanya larangan diberlakukannya shift. Tetapi perusahaan-perusahaan ini disidak dan kemudian berurusan dengan hukum. Seperti di Sukabumi, misalnya," jelasnya.
Ning beranggapan, jika masih terjadi ketidaksepahaman dalam menterjemahkan instruksi mendagri secara lintas instansi, lintas daerah sehingga penerapan di lapangan berbeda dari satu dan lain daerah.
"Kami paham bahwa kondisi yang ada sekarang betul-betul darurat dan kami mendukung. Namun dalam pelaksanaannya mohon untuk dilakukan secara "seragam" dan tidak ambigu, sehingga jelas untuk para pemangku kepentingan," tuturnya
Menurutnya, pengusaha juga mengalami impact lain dari PPKM Darurat ini terkait kesulitan pengusaha dalam mendapatkan material bahan baku, dikarenakan jalan-jalan disekat, sehingga susah sampai on time, selain mereka harus memutar dan sebagainya sehingga menjadikan harga bahan baku naik.
"Dengan semua kesulitan pengusaha ini, kami sudah semestinya mendapatkan keringanan untuk membuat kami tidak semakin terpuruk. Diantaranya biaya listrik untuk shift malam dg harga normal sebagai konsekwensi dari aturan PPKM ini," pungkas Ning.
(wip/mud)